REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kremlin pada Senin (20/2) membantah tudingan pemerintahan Montenegro yang mengatakan Rusia terlibat dalam upaya pembunuhan perdana menteri negara tersebut. Jaksa Agung Montenegro Milivoje Katnic pada Ahad (19/2) menuding Moskow terlibat dalam persekongkolan tersebut pada Oktober tahun lalu.
Dia menduga tujuan Rusia adalah menaikkan seorang tokoh oposisi ke kekuasaan sekaligus mencegah penyatuan negara pecahan Yugoslavia tersebut ke dalam NATO. "Sekarang, kami tahu sejumlah lembaga negara Rusia terlibat. Kini terserah kepada lembaga tersebut menyelidiki hal itu," kata dia kepada stasiun televisi Prva TV.
Saat menanggapi tudingan tersebut, Kremlin membantah dan menyebutnya konyol. Mereka juga membantah mencampuri urusan dalam negeri Montenegro.
"Itu tudingan sangat berbahaya. Mereka mengeluarkan tudingan tidak bertanggung jawab karena tidak didukung oleh informasi yang terpercaya," kata Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov kepada wartawan.
Pada 16 Oktober saat penduduk Montenegro menggunakan hak mereka memilih anggota parlemen, petugas menangkap 20 orang dari negara tetangga Serbia karena diduga merencanakan serangan bersenjata. Sejumlah partai oposisi menuding pemerintah yang memenangi pemilu telah sengaja menciptakan kudeta tersebut untuk menggalang kekuasaan di negara anggota termuda NATO tersebut.
Menurut sejumlah media, Rusia saat ini tengah mencoba untuk mencegah negara-negara tetangga mereka di perbatasan bagian barat, seperti, Serbia, Montenegro, dan Ukraina untuk bergabung lebih jauh ke dalam NATO. Negara tersebut adalah pertahanan terakhir Rusia dari ancaman NATO dan berperang penting dalam kemenangan Moskow pada Perang Dunia II melawan persekutuan Jerman.
Di negara Balkan, seperti, Bosnia, Bulgaria, Makedonia, Serbia, dan Mentenegro, Rusia mengampanyekan propaganda melalui stasiun televisi RT mengenai kebobrokan Uni Eropa dan NATO. Hasilnya terlihat di Serbia, di mana 67 persen warga tersebut lebih memilih bersekutu dengan Rusia dibanding Eropa atau NATO, demikian laporan dari The Washington Post.
Selain itu, Rusia menjadi perhatian dunia karena diduga campur tangan dalam pemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat pada November tahun lalu.