Selasa 21 Feb 2017 16:00 WIB

Kim Jong-nam Hidup dalam Ketakutan

Rep: dyah ratna meta novia/ Red: Ani Nursalikah
Saudara seayah Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, Kim Jong-nam.
Foto: Foto AP / Shizuo Kambayashi
Saudara seayah Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, Kim Jong-nam.

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Kim Jong-nam menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya dalam ketakutan. Dia bersembunyi dari rezim yang dijalankan adik seayahnya Kim Jong-un.

Dalam wawancara eksklusif dengan Guardian, sahabat dekat Kim Jong-un, Anthony Sahakian berbicara mengenai pandangan Kim Jong-nam yang terbuka dan kepribadian yang menyebabkan dia diasingkan dan kemungkinan kematiannya.

Sahakian mengenalnya saat mereka menghabiskan masa remajanya bersekolah di sekolah internasional prestisius di Kota Swiss. Hanya beberapa bulan lalu Kim Jong-nam mengunjungi Sahakian. Selama kunjungan itu, mereka bertemu hampir setiap hari untuk berbincang dan menikmati kopi.

Menurut Sahakian, Kim Jong-nam hidup dengan pandangan Kim Jong-un melihatnya sebagai ancaman bagi kekuasaan otoriternya. Kim Jong-un berkuasa setelah ayahnya Kim Jong Il meninggal pada 2011.

"Kami mendiskusikan rezim Korut, mendiskusikan Kim Jong-un dan semua yang terjadi. Sebenarnya Kim Jong-un tak pernah tertarik dengan kekuasaan," kata Sahakian, Selasa (21/2).

Baca: Menlu Malaysia: Tersangka Pembunuhan Kim Jong-nam Belum Dapat Ditemui

Kim Jong-nam, ujar dia, ingin keluar. Ia tak pernah punya ambisi memimpin Korut. Ia tak menerima dan menghargai yang terjadi di sana.

"Ia merasa takut. Namun bukan takut kepada segala hal, ia hanya paranoid. Secara politis ia merupakan orang yang sangat penting, jadi wajar kalau dia merasa takut," kata Sahakian.

Hingga saat ini tak jelas mengapa Kim Jong-nNam yang merupakan anak pertama Kim Jong Il disisihkan dari kekuasaan. Kakek Kim Jong-nam, pendiri Korut modern Kim Il Sung tak setuju dengan hubungan di luar pernikahan antara Kim Jong Il dan ibu Kim Jong-nam yang merupakan aktris lokal.

Tersisih, Kim Jong-nam lebih suka tinggal di luar negeri. Ia pergi ke Rusia, Swiss di mana ia belajar bahasa Prancis, Rusia, Jerman, Inggris.

Sahakian mengaku bertemu Kim Jong-nam saat mereka ia berusia 12 atau 13 tahun. Kim Jong-nam kala itu disebut sebagai anak duta besar walaupun ayah aslinya adalah pemimpin Korut.

"Saat masih kecil dia anak yang menyenangkan, ramah, sangat baik, sangat manis, sangat dermawan. Tak ada yang aneh," ujarnya.

Hal yang paling mengejutkan yang dilakukan Kim Jong-nam, ujar Sahakian adalah saat ia mengendarai Mercedes Benz 600 yang sangat mewah. "Kami baru berusia 15 tahun saat itu," katanya.

Saat kembali ke Korut Kim Jong-nam telah dewasa. Ia memiliki pemikiran dan gaya hidup Eropa sehingga sangat tersiksa saat tinggal di Korut. Menurut bibinya, Kim Jong-nam menderita akibat isolasi yang dilakukan di Korut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement