REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sebagian besar dari dua juta orang selama lebih dari setahun telah menjadi pengungsi di dalam negeri di Yaman dan kelangkaan sumber daya makin parah, kata satu laporan PBB yang disiarkan pada Selasa (21/2).
Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) dan Organisasi Internasional bagi Migrasi (IOM) secara bersama mengeluarkan satu laporan mengenai krisis pengungsi di negeri tersebut. Pernyataan tersebut mengatakan kekurangan pangan dan gizi tersebar luas dan dilaporkan dialami oleh 84 persen tempat penampungan pengungsi.
Menurut laporan baru, sejak awal konflik pada Maret 2015, lebih dari 11 persen penduduk Yaman --sebanyak tiga juta orang-- telah dipaksa meninggalkan rumah mereka untuk menyelamatkan diri. Hampir dua tahun kemudian, permusuhan yang berkepanjangan dan kondisi yang bertambah buruk memaksa satu juta orang yang mengungsi kembali ke rumah mereka, tempat mereka menyelamatkan diri meskipun ada bahaya dan kondisi tidak aman di seluruh negeri itu.
Laporan tersebut menyoroti kurangnya akses ke penghasilan dan layanan dasar di banyak daerah pengungsi adalah alasan utama yang mendorong pengungsi di dalam negeri negeri mereka untuk kembali ke daerah asal mereka. Sebanyak 40 persen informasi penting menunjukkan orang yang menjadi pengungsi di dalam negeri mereka sekarang bermaksud pulang ke rumah mereka dalam waktu tiga bulan ke depan.
"Itu adalah kesaksian mengenai bagaimana sesungguhnya situasi bencana di Yaman, orang yang kehilangan tempat tinggal akibat konflik sekarang akan pulang sebab kehidupan di daerah tempat mereka telah menyelamatkan diri cuma sama parahnya dengan tempat mereka menyelamatkan diri," kata Ayman Gharaibeh, wakil UNHCR di Yaman.
"Mereka yang berusaha kembali menghadapi tantangan yang sangat besar," kata Gharaibeh. "Mereka seringkali pulang ke rumah yang telah rusak, di daerah yang kekurangan layanan dasar. Mereka masih memerlukan bantuan kemanusiaan dan seringkali dipaksan menyelamatkan diri lagi dari rumah mereka."