REPUBLIKA.CO.ID, SANA'A -- Mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, yang menjadi sekutu utama gerilyawan Al-Houthi, pada Kamis (2/3) menyeru militer Yaman agar bergabung dengan petempur milisi Syiah tersebut dalam perang perbatasan melawan pasukan Arab Saudi.
Seruan tersebut, yang diudarakan oleh media yang dikuasai Al-Houthi, mengisyaratkan peningkatan ketegangan militer lebih jauh dengan negara tetangga Yaman, Arab Saudi, yang memimpin koalisi militer negara, kebanyakan negara Arab dalam mendukung Presiden Yaman di pengasingan Abd-Rabbu Mansour Hadi melawan gerilyawan Al-Houthi.
"Saya menyeru Kementerian Pertahanan agar mengerahkan pasukan bersenjata ke garis depan untuk memperkuat pasukan rakyat (Al-Houthi) di medan tempur perbatasan," kata Saleh dalam pidato dalam pertemuan dengan pemimpin senior partainya dulu, Kongres Rakyat Umum.
Kementerian Pertahanan telah berada di bawah kekuasaan Al-Houthi sejak anggota militeri Syiah tersebut merebut Ibu KOta Yaman, Sana'a, pada September 2014. Namun, Tentara Nasional Yaman telah bersikap netral sejak itu dan juga tetap netral setelah anggota Al-Houthi menggulingkan Presiden Hadi, yang diakui masyarakat internasional, dan memaksa dia bersama pemerintahnya hidup di pengasingan.
Di dalam pidatonya, Saleh juga kembali mengeluarkan seruan agar tidak milisi Al-Houthi tidak mengadakan pembicaraan perdamaian lagi dengan Presiden Hadi dan pemerintahnya. Ia menggambarkan Pemerintah Hadi sebagai "tentara bayaran".
Tindakan itu dengan jelas menunjukkan peningkatan militer lebih lanjut, terutama setelah beberapa kali babak pembicaraan yang diperantarai oleh PBB mengalami kegagalan. Tindakan Saleh dilakukan saat pertempuran di perbatasan meningkat selama beberapa hari belakangan. Pasukan militer Saudi telah berusaha bergerak maju ke dalam Provinsi Saada di Yaman Utara, kubu utama kelompok Al-Houthi dan pemimpin agamanya Abdul Malik Al-Houthi.
Koalisi Arab Saudi juga mengerahkan pasukan dan petempur yang setia kepada Pemerintah Hadi ke kota pelabuhan di Laut Merah, Hodeidah dan Mokha, yang berdekatan dengan Saada, dalam upaya mengepung Sana'a, kubu kedua gerilyawan Al-Houthi dan pasukan yang setia kepada Saleh.
Saleh dipaksa meninggalkan pusat pemerintahnya pada 2012, setelah satu tahun protes rakyat, yang dipimpin oleh Ikhwanul Muslimin, yang belakangan bersekutu dengan Presiden Hadi. Petempur Al-Houthi, yang merebut kekuasaan di Yaman Utara, telah memerangi pasukan Arab Saudi di perbatasan sejak koalisi militer pimpinan Arab Saudi ikut-campur dalam konflik Yaman pada Maret 2015 melalui serangan udara dan darat.
Operasi itu bertujuan memulihkan kembali kekuasaan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang hidup di pengasingan. Lebih dari 10 ribu orang Yaman telah tewas, dan lebih dari tiga juta orang lagi meninggalkan rumah mereka.