REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Sebanyak 12 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, dirawat untuk kemungkinan terpapar senjata kimia di Mosul, tempat pasukan Irak dukungan Amerika Serikat memerangi ISIS, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa, Sabtu (4/3).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dengan mitra dan petugas kesehatan setempat melancarkan kegiatan tanggap darurat untuk mengobati pria, wanita dan anak-anak, yang mungkin terpapar bahan kimia sangat beracun itu," kata lembaga tersebut dalam pernyataan.
Lembaga itu mengatakan bahwa seluruh 12 pasien tersebut menjalani pengobatan sejak 1 Maret di Erbil, ibu kota wilayah Kurdi Irak, timur dari Mosul. Empat dari mereka menunjukkan tanda parah terkait paparan senyawa, yang menyebabkan kulit melepuh. Penderita itu terkena bahan kimia di sisi timur Mosul.
Palang Merah Internasional (ICRC) mengatakan pada Jumat bahwa lima anak dan dua wanita menerima pengobatan untuk paparan bahan kimia. Pernyataan ICRC tidak mengatakan pihak mana yang menggunakan bahan kimia yang menyebabkan lecet, kemerahan di mata, iritasi, muntah dan batuk tersebut.
Pasukan Irak menguasai sisi timur Mosul pada Januari setelah 100 hari pertempuran dan meluncurkan serangan mereka pada wilayah yang terletak di sebelah barat sungai Tigris pada 19 Februari. Sisi timur masih dalam jangkauan roket dan mortir milisi.
Mengalahkan kelompok ISIS di Mosul akan menghancurkan sayap kekhalifahan kelompok itu di Irak yang dinyatakan oleh pemimpin kelompok itu, Abu Bakr al-Baghdadi, pada tahun 2014, atas sejumlah kawasan dari Irak dan Suriah. Koordinator Kemanusiaan PBB di Irak, Lise Grande, menyerukan penyelidikan pada peristiwa itu.
"Ini mengerikan. Jika dugaan penggunaan senjata kimia dapat dikonfirmasi. ini merupakan pelanggaran serius hukum humaniter internasional dan kejahatan perang, terlepas dari siapa target atau korban serangan, "katanya dalam sebuah pernyataan.
Sebelumnya, PBB dan lembaga kemanusiaan menyatakan jumlah orang yang meninggalkan rumah mereka akibat pertempuran di Mosul Barat di Irak Utara terus bertambah. Juru Bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan sejak 25 Februari, banyak orang telah menyelamatkan diri dari Mosul Barat, dengan jumlah rata-rata 4.000 orang per hari.
Gerak maju tentara pemerintah ke arah Mosul Barat terjadi setelah Perdana Menteri Irak Haider Al-Abadi pada 19 Februari mengumumkan dimulainya serangan untuk mengusir gerilyawan fanatik dari pinggir barat Mosul, yang oleh masyarakat setempat dinamakan Tepi Kanan Sungai Tigris yang membelah kota tersebut. Pada akhir Januari, Al-Abadi mengumumkan pembebasan sisi timur Mosul, atau Tepi Kiri Tigris, setelah lebih dari 100 hari pertempuran melawan anggota ISIS.
Namun, sisi barat Mosul, dengan jalan sempit dan berpenduduk padat, antara 750.000 dan 800.000, kelihatan menjadi tantangan lebih besar buat pasukan Irak, kata PBB. Mosul, 400 kilometer di sebelah utara Ibu Kota Irak, Baghdad, telah dikuasai IS sejak Juni 2014, ketika pasukan Pemerintah Irak meninggalkan senjata mereka dan menyelamatkan diri, sehingga petempur IS bisa menguasai banyak bagian di wilayah Irak Barat dan Utara.