Senin 06 Mar 2017 17:01 WIB

Presiden Korsel Diduga Berkomplot Terima Suap dari Samsung

Warga Korea Selatan berdemo menuntut mundurnya Presiden Park Geun-hye di Seoul November 2016.
Foto: Reuters/Kim Hong-Ji
Warga Korea Selatan berdemo menuntut mundurnya Presiden Park Geun-hye di Seoul November 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan Park Geun-hye berkomplot dengan temannya, Choi Soon-sil untuk menerima suap dari Samsung Group, kata pernyataan jaksa khusus pada Senin (6/3).

Kantor kejaksaan khusus mengatakan suap tersebut untuk memperkuat kedudukan kepala Samsung Group, Jay Y Lee di perusahaannya. Dalam pernyataan tertulis merinci temuan penyelidikan itu, kantor kejaksaan khusus mengatakan badan usaha negara, National Pension Service yang memiliki sebagian saham Samsung, menyetujui penggabungan dua anak perusahaan Samsung Group pada 2015 meski harus rugi 119,87 juta dolar AS.

Penyelidikan itu untuk mencari bukti penyalahgunaan wewenang melibatkan Park yang dimakzulkan parlemen Korea Selatan pada Desember setelah dituding berkomplot dengan teman masa kecilnya, Choi. Park diduga menggunakan kekuasaannya untuk menekan sejumlah perusahaan besar mendanai pembentukan dua yayasan yang ditujukan untuk menjalankan program kebijakan sang presiden.

Pada saat ini, pemakzulan terhadap Park sedang ditangani Mahkamah Konstitusi. Jika lembaga tinggi negara tersebut mengabulkan hasil dari parlemen, maka Park akan menjadi presiden terpilih pertama yang ditendang dari kantornya.

Mahkamah Konstitusi diperkirakan akan mengumumkan keputusannya pada bulan ini. Sebelumnya, pemimpin Samsung Group, Lee telah ditangkap dan akan menjalani sidang pertama dugaan suap pada pekan ini. Jaksa penuntut khusus Park Young-soo, menyebut kasus Lee sebagai sidang abad ini.

"Kami telah bekerja keras menyiapkan kasus ini. Kami berpendapat sidang terhadap pemimpin Samsung ini akan menjadi sidang abad ini, di mana semua orang di dunia akan menyaksikannya," kata Park.

Samsung Group menolak menanggapi namun membantah melakukan pelanggaran hukum.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement