Selasa 07 Mar 2017 18:47 WIB

Irak tak Termasuk dalam Larangan Perjalanan Trump yang Baru

Presiden AS Donald Trump.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden AS Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang telah direvisi mengenai larangan perjalanan dari sejumlah negara mayoritas Muslim, Senin (6/3).

Larangan baru ini menandai langkah mundur signifikan Trump dan pemerintahannya dalam mempertahankan larangan perjalanan jilid pertama. Aktivis mengatakan mereka akan menggugat larangan yang baru ini.

Dalam larangan baru ini, Irak tidak lagi termasuk dalam negara mayoritas Muslim yang penduduknya dilarang masuk AS. Sebelumnya tujuh negara Muslim, yaitu Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman terkena imbas perintah eksekutif Trump. Keenam negara selain Irak tetap berlaku larangan perjalanan ke AS.

Irak dihapus dari daftar negara yang dilarang setelah muncul kritik hal itu mempengaruhi peran dalam memerangi terorisme. Larangan itu sebelumnya juga berlaku bagi interpreter Irak yang bekerja untuk pasukan AS di kawasan itu.

"Irak adalah sekutu penting dalam perang melawan ISIS," kata Menteri Luar Negeri Rex Tillerson.

Baca: Trump Terbitkan Lagi Larangan Perjalanan Bagi Negara Mayoritas Muslim

Dilansir dari The Guardian, Selasa (7/3), larangan baru ini tidak lagi menggunakan bahasa yang memberi prioritas bagi agama minoritas di tempat pengungsian, yang dipandang sebagai larangan perjalanan bagi Muslim.

"Tidak ada kesalahan," kata Juru Bicara Gedung Putih Sean Spicer kepada wartawan, Senin (6/3), saat mengomentari perubahan dalam perintah eksekutif itu.

Trump menandatangani perintah tersebut diam-diam jauh dari kehadiran kamera wrtawan atau media. Larangan yang telah direvisi itu diumumkan oleh kepala badan yang bertanggung jawab menjalankan perintah tersebut.

Dalam pertemuan media yang terbatas, Menteri Luar Negeri Rex Tillerson, Menteri Keamanan Dalam Negeri (DHS) John Kelly dan Jaksa Agung Jeff Sessions menyebut pemberlakuan larangan perjalanan tersebut langkah kritis terhadap keamanan nasional AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement