Kamis 09 Mar 2017 06:25 WIB

Lenggak-lenggok Korban Serangan Air Keras Bangladesh di Panggung Mode

Korban serangan air keras berlenggak-lenggok di panggung mode berjuluk “Beauty Redefined” yang digagas ActionAid Bangladesh di Dhaka, Bangladesh, 7 Maret 2017.
Foto: REUTERS/ Mohammad Ponir Hossain
Korban serangan air keras berlenggak-lenggok di panggung mode berjuluk “Beauty Redefined” yang digagas ActionAid Bangladesh di Dhaka, Bangladesh, 7 Maret 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Sonali Khatun (13 tahun) tampil begitu percaya diri. Dia yang wajahnya disiram dengan air keras ketika berusia hanya 17 hari akibat sengketa properti keluarga, memimpin acara Selasa malam (7/3) itu.

Bangladesh menggelar peragaan busana berbeda untuk memperingati Hari Perempuan Internasional dengan menampilkan 15 peragawati korban serangan air keras, yang tampil dengan percaya diri melawan trauma.

Kekerasan mengerikan, yang marak di seluruh negara Asia Selatan itu, sering dipicu oleh mahar tidak cukup, penolakan lamaran atau sengketa tanah yang melukai korban seumur hidup dan merusak peluang masa depan mereka.

Khatun menghabiskan hampir tiga tahun di rumah sakit untuk menjalani delapan pembedahan tetapi tidak pernah menyerah untuk memiliki hidup normal. "Saya ingin menjadi dokter," katanya kepada penonton, yang spontan bersorak dan bertepuk tangan.

Pada 2008 di usia 24 tahun, mimpi model Asma Khatun hancur ketika penyerang menyiramkan air keras pada empat anggota

keluarganya, termasuk putrinya yang berusia satu tahun, saat mereka tertidur karena sengketa tanah.

"Penyerangnya tidak pernah tertangkap tapi seluruh keluarga saya harus menanggung banyak penderitaan. Saya sangat senang berada di sini," katanya.

Korban serangan air keras berpartisipasi dalam pertunjukan mode di Dhaka, Bangladesh, 7 Maret 2017. (REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)

Direktur Bangladesh untuk badan amal Inggris ActionAid, Farah Kabir, yang menjadi tuan rumah acara bertajuk "Beauty Redefined" atau "Arti Baru Kecantikan" itu mengatakan para perempuan tersebut menunjukkan kekuatan mereka. "Mereka telah mengalami perjalanan panjang," katanya.

Pada 2002, Bangladesh mengesahkan undang-undang yang membatasi impor dan penjualan air keras dan memberlakukan hukuman mati untuk penyiram air keras. "Ini adalah sesuatu yang benar-benar dekat dengan hati saya," kata perancang Bibi Russell.

"Saya ingin mereka diakui. Biarkan mereka memiliki kehidupan sebagai bagian dari dunia ini."

Ganga Dasi (40) disiram air keras di wajahnya pada usia 17 tahun setelah dia menolak lamaran pernikahan. "Saya kehilangan semua berharap untuk hidup. Tidak ada yang datang untuk membantu kami," katanya kepada Reuters saat menyiapkan diri untuk pertunjukan itu.

"Saya sekarang lebih percaya diri. Saya tidak akan menyembunyikan wajah saya lagi," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement