REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Suriah, Bashar al Assad menyebut pasukan Amerika Serikat yang dikerahkan di Suriah adalah 'penjajah' meski mengatakan ia mengetahui janji Presiden AS Donald Trump saat disumpah yakni untuk memprioritaskan memerangi Negara Islam Irak dan Levant (ISIL, juga dikenal sebagai ISIS).
Hal itu diungkapkannya untuk sekitar 500 tentara AS yang berada di Suriah untuk mendukung kampanye melawan ISIS. "Setiap pasukan asing yang datang ke Suriah tanpa undangan kami, mereka adalah penjajah, kami tidak berpikir ini akan membantu," ujar Assad seperti dilansir Aljazirah pada Sabtu (11/3).
Meskipun, koalisi pimpinan AS saat ini mendukung kampanye oleh sekutu milisi Suriah untuk mengepung dan menangkap Raqqa, dasar ISIS di Suriah. Namun Assad, dalam sebuah wawancara dengan stasiun TV Cina Phoenix yang diterbitkan oleh televisi Suriah, SANA mengatakan bahwa retorika Trump belum menghasilkan sesuatu yang konkret.
"Kami memiliki harapan bahwa pemerintahan ini di Amerika Serikat akan mengimplementasikan apa yang telah kita dengar," ujarnya.
Assad pun mengungkap tentang pembicaraan damai yang dipimpin PBB di Jenewa yang berakhir tanpa terobosan awal bulan ini. Ia mengatakan, tidak mengharapkan apa-apa dari pembicaraan di Jenewa.
"Kami tidak berharap Jenewa untuk menghasilkan apa-apa, tapi itu langkah dan itu akan menjadi jauh," kata Assad.
Utusan khusus PBB untuk Suriah memperkirakan pada April 2016 bahwa lebih dari 400 ribu warga Suriah telah tewas sejak perang dimulai. Selain itu, hampir 11 juta warga Suriah, separuh penduduknya telah mengungsi dari rumah mereka masing-masing.