Selasa 14 Mar 2017 14:43 WIB

Yaman Berada di Tepi Jurang Kelaparan

Warga Yaman.
Foto: AP Photo/Hani Mohammed
Warga Yaman.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Direktur Pelaksana Program Pangan Dunia (WFP), Etharin Cousin pada Senin (13/3) memeringatkan banyak keluarga di sebagian daerah yang paling rawan pangan di Yaman akan menemui ajal kecuali masyarakat internasional menyediakan tambahan sumber daya. Pemerintah Yaman diharapkan memberi akses kepada pekerja bantuan ke warga yang kelaparan.

Cousin, yang berada di Aden dan Sana'a untuk kunjungan tiga hari, bertemu dengan banyak keluarga yang berkutat untuk memberi makan anak mereka. Pejabat PBB tersebut juga mengunjungi pusat gizi dan instalasi kesehatan, kata beberapa pejabat PBB di Markas Besar PBB, New York, AS.

"Ini adalah perlombaan melawan waktu, dan jika kita tidak meningkatkan bantuan untuk mereka yang berada dalam kondisi rawan pangan parah, kita akan menyaksikan kondisi seperti kelaparan di sebagian daerah yang tak bisa didatangi dan paling parah dilanda bencana. Itu berarti rakyat akan meninggal," kata Cousin.

Baca: Perjuangan Bertahan Hidup Keluarga Somalia di Tengah Kekeringan

Ketika menggambarkan situasi itu sebagai sangat menyedihkan, Cousin mengatakan WFP pada Februari saja menjangkau sebanyak 4,9 juta orang yang berada dalam kondisi rawan pangan di negara Timur Tengah tersebut. "Pekerja bantuan dan kemanusiaan membuat perbedaan di Yaman sebab mereka setakat ini telah mencegah Yaman terjerumus ke dalam kelaparan," kata pejabat wanita itu.

"Tantangannya ialah ada daerah yang tak bisa didatangi, tempat orang berada dalam kondisi rawan pangan parah. Ini adalah daerah kantung tempat orang menghadapi ancaman meninggal akibat kelaparan," katanya.

Konflik selama dua tahun di Yaman telah menambah parah kondisi rawan pangan di negeri itu, yang sudah dipandang sebagai salah satu negara paling miskin di dunia. Yaman telah menghadapi perang saudara sejak pemerintah dukungan PBB digulingkan oleh anggota milisi Syiah Al-Houthi pada penghujung 2014. Konflik tersebut telah memicu campur tangan militer pimpinan Arab Saudi pada akhir Maret 2016, sehingga menambah parah penderitaan rakyat di negeri itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement