REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyalahkan Belanda atas pembantaian Muslim di Srebenica, Bosnia pada 1995 lalu. Ia mengatakan, negara itu memiliki kontribusi atas tragedi kemanusiaan tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Erdogan menyusl ketegangan antara Turki dan Belanda yang semakin meningkat. Dia mengatakan, pasukan penjaga perdamaian PBB dari Belanda gagal untuk melindungi orang-orang dalam pembantaian tersebut.
"Belanda memiliki moralitas yang rusak dan itu menjadi penyebab kegagalan negara itu dalam tragedi di Srebrenica," ujar Erdogan, dilansir BBC, Selasa (14/3).
Ketegangan dua negara dimulai setelah Belanda melarang dua menteri Turki yang hendak menghadiri acara di negara itu sebagai upaya meminta dukungan jelang referendum. Pada Sabtu (11/3) lalu, Pemerintah Belanda membatalkan izin penerbangan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusolu ke Belanda.
Pada hari yang sama, negara itu juga memblokir konvoi Menteri Keluarga Turki Fatma Betul Sayan Kaya. Ia dipaksa pergi meninggalkan Belanda, dengan berada di bawah pengawalan polisi.
Kemudian, warga Turki di Rotterdam, Belanda yang melakukan aksi unjuk rasa damai juga harus berhadapan dengan kepolisian Belanda. Petugas keamanan itu membawa pentungan dan meriam air untuk membubarkan para demonstran.
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte memberi tanggapan atas kecaman Erdogan. Kata dia, tuduhan mengenai peran negara dalam tragedi Srebrenica sebagai sesuatu yang tidak berdasarkan fakta.
"Ini sebuah pernyataan palsu dan kami melihat Erdogan semakin bersikap histeris. Sebaiknya ia bersikap lebih tenang," ucap Rutte.
Sebelumnya, Erdogan juga menyebut Belanda sebagai negara yang menerapkan prinsip Nazi. Demikan dengan negara-negara Uni Eropa lain yang mendukung Belanda dalam ketegangan tersebut.
Sejumlah langkah balasan, Turki juga melarang Duta Besar Belanda untuk negaranya kembali. Pembekuan hubungan tingkat tinggi sebagai sanksi diplomatik juga diberlakukan.