Ahad 19 Mar 2017 13:14 WIB

PBB Tarik Laporan Rezim Apartheid Israel, Wakil Ketua Umum Mengundurkan Diri

Rep: Puti Almas/ Red: Agus Yulianto
Sekjen PBB Antonio Guterres.
Foto: EPA
Sekjen PBB Antonio Guterres.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres saat ini disebut telah menarik diri dari laporan yang menyebutkan bahwa Israel melakukan politik apartheid terhadap Palestina. Bersamaan dengan itu, wakil ketua umum PBB serta eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia Barat PBB, Rima Khalaf mengundurkan diri dari jabatannya.

Laporan mengenai praktik apatheid yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina pertama kali datang dari Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia Barat PBB. Anggota komisi ini seluruhnya merupakan negara-negara Arab yang tidak mengakui Israel.

Namun, salah satu penulis laporan diketahui adalah Richard Falk, profesor hukum asal Amerika Serikat (AS), Ia pernah menjadi penyelidik hak asasi manusia PBB dan dikenal dengan sikap menentang Israel.

Laporan dibuat dalam dokumen berisi 74 halaman. Di sana, dimuat keterangan mengenai bagaimana diskriminasi rasial dilakukan Israel terhadap warga Palestina.

Kemudian, laporan itu sekaligus memberi dukungan sanksi terhadap Israel melalui gerakan Boycott Divestment and Sanctions (BDS). Hal ini terkait Parlemen Israel yang pekan lalu mengesahkan undang-undang pembatasan bagi orang asing yang secara terbuka mendukung DBS memasuki teritori mereka.

Ini merupakan pertama kalinya badan PBB disebut membuat tuduhan. Menurut juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, laporan dibuat tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan sekretariat perserikatan tersebut. Karenanya, tidak ada sedikitpun persetujuan yang ia berikan atas hal itu.

Guterres juga menyatakan, bahwa tidak bisa menerima laporan dari seorang pejabat PBB tanpa adanya pertimbangan dari kantor sekretariat atau departemen yang kompten di bidang itu. Ia melihat permasalahan muncul bukan terletak pada isi dalam laporan itu, namun proses menerbitkannya.

"Ini bukan tentang konten tapi proses, kami tidak bisa menerima seorang pejabat senior PBB sekalipun membuat laporan dengan nama badan dunia tanpa berkonsultasi dengannya dan departemen yang kompeten," kata Dujarric, dilansir The Jerusalem Post, Ahad (19/3).

Sebelumnya, laporan ini telah membuat Israel dan Amerika Serikat (AS) geram. Melalui duta besar dua negara di PBB, mereka meminta Guterres untuk memperjelas benar tidaknya tuduhan ini.

"Keputusan Sekjen PBB merupakan langkah penting mengakhiri bias terhadap Israel dalam badan dunia ini," jelas Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon.

Danon menilali, bahwa banyak pejabat di PBB yang menggunakan posisi mereka untuk mententang Israel. Ia menuturkan, salah satu yang paling diincar adalah diberlakukannya gerakan BDS.

"Selama bertahun-tahun, Khalad telah bekerja untuk menyakiti kami dan mendukung penuh BDS. Pemberhentian dirinya seperti saat ini sudah terlambat," kata Danon.

Apatheid adalah bentuk politik penindasan yang pernah dilakukan terhadap warga kulit hitam di Afrika Selatan selama pemerintahan kulit putih di negara itu dari awal abad 20 hingga 1990. Israel kali ini dilaporkan menerapkan kebijakan serupa kepada warga Palestina yang menetap di wilayah yang otoritas mereka kuasai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement