REPUBLIKA.CO.ID, Blokade Israel atas wilayah Jalur Gaza tak kunjung berakhir. Lebih satu dekade sudah, warga Gaza hidup dalam kesulitan. Krisis di berbagai lini kehidupan pun tak kunjung henti, mulai dari krisis listrik, obat-obatan, pangan, hingga langkanya lapangan pekerjaan.
Dengan infus terpasang di tangan, seorang ibu yang baru saja melahirkan, terbaring lemah di atas pembaringan. “Demi Allah Ta’ala, kedatangan antum semua adalah surprise dan hadiah bagi kami. Pemberian dari masyarakat Indonesia ini, khususnya dari kaum muslimah Indonesia, sangat berarti bagi kami dan bayi-bayi yang baru lahir di Jalur Gaza. Terima kasih kepada para tim, masyarakat Indonesia dan para donatur,” ujarnya seperti dilansir suarapalestina.id, hari ini.
Sejak pecahnya perang, di Suriah dan beberapa negara lainnya di tahun 2014, bisa dikatakan bahwa bantuan kemanusiaan untuk rakyat Gaza kian berkurang. Semua ini, tak lepas dari sulitnya akses menuju Gaza melalui pintu perlintasan Raffah di perbatasan Mesir-Palestina.
Bagi para pedagang, pintu perlintasan Erez adalah jalur alternatif untuk memasok dagangan mereka ke wilayah Gaza. Erez adalah pintu perlintasan yang terletak di Baitu Hanun, Gaza Utara, yang merupakan perbatasan antara Gaza-Israel. Selain Erez, gerbang Kareem Abo Salem adalah pilihan lain bagi pedagang untuk memasuki wilayah Gaza.
Dengan memblokade, Israel melarang seluruh bantuan kemanusiaan memasuki wilayah Jalur Gaza, baik bantuan makanan, material bangunan dan obat-obatan. Israel juga melarang warga asing memasuki wilayah Gaza, apapun alasannya. Bahkan, warga Gaza sendiri hampir-hampir tidak memperoleh peluang untuk keluar bahkan memasuki tanah kelahiran mereka. Kini, ribuan warga Gaza hidup terlunta-lunta di negara lain dan bandara-bandara internasional lainnya.
Bisa dikatakan, semua sektor kehidupan di Jalur Gaza sedang dilanda krisis. Blokade telah melahirkan kesulitan hidup dan keterpurukan. Tak kurang dari 25 ribu lulusan sarjana dan spesialis dilahirkan dari universitas di Jalur Gaza setiap tahunnya. Tapi, jumlah ini justru menambah angka pengangguran karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan.
Di satu sisi, tingginya angka kelahiran di Jalur Gaza tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi di Jalur Gaza. Tidak tersedianya lapangan pekerjaan, menjadi 'kanker mematikan' bagi para orang tua dan para suami di wilayah ini.
Betapa tidak, tanggung jawab para suami bertambah seiring kelahiran anak-anak mereka. Selain kebutuhan hidup sehari-hari, para suami pun harus memenuhi kebutuhan bayi dan istrinya yang baru saja melahirkan, seperti susu, popok, sabun, shampo, baju dan selimut hangat musim dingin. Padahal, di Jalur Gaza, harga kebutuhan-kebutuhan tersebut tidaklah murah. Belum tentu semua suami dapat memenuhi kebutuhan itu.
Berdasarkan informasi dari RS Shifa Gaza City, yang juga dilansir oleh pihak Kementrian Kesehatan Jalur Gaza Palestina, disebutkan bahwa dalam satu hari tidak kurang dari 165 bayi lahir. Ini berarti, dalam satu bulan tidak kurang dari 5.000 bayi lahir di Jalur Gaza. Hingga 2016, Jalur Gaza yang terblokade, dihuni oleh 2 juta jiwa pada wilayah yang hanya berukuran 367 Km persegi.
Ironisnya, tidak semua rumah sakit di Jalur Gaza memiliki ruang khusus persalinan atau ruang intensif bayi. Hanya enam rumah sakit yang memiliki ruang khusus ibu dan bayi, baik rumah sakit khusus maupun umum, yang memiliki ruangan khusus persalinan. Rumah Sakit Ash-Shifa adalah rumah sakit rujukan milik pemerintah yang terbesar di Palestina. Disebut rumah sakit rujukan karena hampir semua departemen, ruangan dan dokter spesialis terdapat di sini.
Atas dasar inilah, dengan berkoordinasi dengan Rumah Sakit Ash-Shifa, secara rutin Program Bantuan Perlengkapan Bayi dan Ibu Melahirkan terselenggara setiap tahun, bahkan setiap enam bulan. Desember 2016 – Februari 2017, telah dilakukan penggalangan dana dan berhasil menerima sumbangan mulai dari Rp 20 ribu hingga Rp 1 juta, bahkan Rp 10 juta.
Selama tiga bulan, aktivis Indonesia yang kini menetap di Jalur Gaza, Abdillah Onim yang akrab disapa Bang Onim, telah menggalang dana sebesar Rp 335 juta. Dana tersebut akan digunakan untuk membeli 560 paket baby kit. Setiap paket berisis 15 item, seperti; seperti popok, sampo, sabun, sikat gigi, baju hangat, selimut hangat dll. Harga setiap paket adalah Rp 43 USD atau Rp 570 ribu. Sumbangan ini murni dari masyarakat Indonesia, khususnya para ibu di Indonesia.
Enam unit rumah sakit menjadi sasaran distribusi 560 paket perlengkapan bayi yaitu; RS. Shifa Gaza City, RS. Syuhada Alquds Deir Balah Gaza Tengah, RS. Harazeen Shijaiyyah Gaza Timur, RS. Naser Khan Yunis Gaza Selatan, RS. Bulan Sabit Merah Palestina Rafah Gaza Selatan dan pusat layanan kesehatan Jabalia Gaza Utara.
Proses distribusi bantuan berkoordinasi dengan pihak Menkes Gaza dan Rumah Sakit Ash-Shifa Gaza City, dan diawasi langsung, bahkan didistribusi langsung oleh Bang Onim. Beliau mendatangi setiap bayi dan ibu melahirkan serta menyerahkan langsung kepada mereka di masing-masing rumah sakit.
"Muhammad Khusa (37 tahun), telah menikah selama 11 tahun dan belum juga dianugrahi momongan. Namun, saat kami berkunjung ke Rumah Sakit Naser Khan Yunis Gaza selatan, kebahagiaan nampak jelas di wajah Muhammad. Tahun ini, setelah penantian yang cukup lama, Muhammad akhirnya dianugrahi bayi kembar dua," kata Onim.
“Wahai saudaraku dari Indonesia, demi Allah hari ini saya sangat bahagia, karena penentian selama 11 tahun, terbayar sudah hari ini. Bersamaan dengan kehadiran antum di sini, bayi kembar kami lahir,” kata Khusa sembari menyerahkan bayi kembarnya di gendongan Bang Onim.
Kedua bayi ini berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Mereka pun diberi nama Abdurahman dan Yamaamah. Mereka baru saja lahir satu jam lalu. Sembari menyerahkan paket bantuan, Bang Onim berucap, “Karena ini bayi kembar dua, jadi antum kebagian dua paket baby kit, ya akhi.”
“Maasha Allah, Syukron Jazaakallahu khoiran ya akhi, Syukron Jazaakallahu khoiran ya Indonesia, Syukron Jazaakallahu khoiran ya ummahat Indonesia,” balasnya.
Berkali-kali keduanya berucap syukur dan terima kasih kepada masyarakat Indonesia, “Terima kasih Indonesia, terima kasih para ibu di Indonesia, terima kasih para donator.”