REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kementerian Kesehatan Palestina mengumumkan, keadaan darurat pada fasilitas kesehatan utama di Gaza, sehingga perlu untuk menghentikan memberikan pelayanan medis kritis. Sehubungan dengan hal tersebut, seperti dilansir Days of Palestine, Direktur Jenderal Departemen Kerja Sama Internasional, Ashraf abu-Mahady menyerukan, agar segera dilaksanakan pertemuan dengan Otoritas Energi dan Pembangkit Listrik Gaza, guna membahas kemungkinan menghindari terjadinya krisis listrik.
Samir Mteer, direktur Jenderal pembangkit listrik, mengatakan, bahwa sektor kesehatan adalah yang paling merasakan dampak dari tidak stabilnya ketersediaan listrik. Ia mendesak, organisasi kemanusiaan internasional agar segera membantu menyediakan kebutuhan bahan bakar. "Setidaknya, pada bidang-bidang yang sangat membutuhkan layanan mereka," katanya, kemarin.
World Health Organisation (WHO), belum lama ini merilis laporan yang menggambarkan defisit bahan bakar. Laporan ini menyoroti dampak negatif jika berbagai pelayan khusus di rumah sakit Gaza berhenti beroperasi.
Dengan tegas dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa unit persalinan, gagal ginjal, ICU, laboratorium dan bank darah serta jantung, tidak boleh berhenti mendapatkan pasokan listrik, meski hanya semenit.
Dalam laporannya pula, WHO mengakui bahwa, “Sebanyak 14 rumah sakit di Gaza membutuhkan 430 ribu liter bahan bakar/bulan atau setara dengan 450 ribu dolar AS.”
Sementara itu, kekurangan bahan bakar yang berkelanjutan akan mengancam kehidupan pasien, memperburuk kondisi kesehatan dan menghasilkan dampak buruk yang belum pernah terjadi sebelumnya.