REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Negara-negara Eropa harus berhenti bertikai jika ingin tetap mempertahankan kesatuan Uni Eropa. Pernyataan ini disampaikan sejumlah tokoh dalam acara peringatan 60 tahun berdirinya organisasi tersebut di Roma, Sabtu (25/3).
Dalam acara itu, sebanyak 27 negara anggota menandatangani pernyataan bersama mengenai persatuan dalam dokumen berjudul Deklarasi Roma. Namun, penandatanganan deklarasi tersebut terasa ironis mengingat empat hari kemudian, Perdana Menteri Inggris Theresa May, yang tidak hadir di Roma, akan menyampaikan pengunduran diri negaranya secara resmi dari Uni Eropa.
"Kita telah berhenti di tengah jalan. Dan ini telah menyebabkan krisis penolakan oleh publik," kata Perdana Menteri Italia Paolo Gentiloni, menyinggung keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
Gentiloni mengatakan, kegagalan Uni Eropa untuk menerapkan terobosan kebijakan selama periode kemunduran ekonomi yang berlangsung satu dekade, telah membuka peluang bangkitnya sentimen nasionalisme sempit. Deklarasi Roma, kata Gentiloni, menawarkan titik awal baru untuk 10 tahun ke depan.
Meski demikian, sejumlah negara lain masih khawatir untuk menyerahkan kewenangan mereka kepada institusi organisasi internasional seperti Uni Eropa, yang diperlukan untuk integrasi yang lebih dalam.
Pemerintah nasionalis di Polandia, misalnya, telah berulangkali memprotes Eropa yang bergerak terlalu cepat sehingga akan meninggalkan negara eks komunis tersebut di kelas kedua.
Sementara itu, sejumlah pemimpin lain memuji generasi perang dari seteru lama, Prancis dan Jerman, yang bersedia menandatangani Traktat Roma di ruang yang sama pada 25 Maret 1957 bersama Italia, Belgia, Luxemburg, dan Belanda.
Kepala eksekutif Uni Eropa, Jean-Claude Juncker, mengaku masih ingat bagaimana ayahnya dipaksa bergabung dengan tentara Jerman selama Perang Dunia II.
"Pada hari ini, kita telah memperbaharui komitmen akan sebuah perserikatan yang tidak terpecah," kata Juncker di depan para pemimpin negara anggota yang hadir.
Donald Tusk, kepala panitia pelaksana acara di Roma pada Sabtu, menceritakan bagaimana di tumbuh di tengah reruntuhan gedung bekas perang di Polandia di bawah pemerintahan komunis yang membatasi kemerdekaan warga.
Kanselir Jerman Angela Merkel, tokoh paling berpengaruh di Uni Eropa, menekankan organisasi tersebut merespon keresahan generasi muda yang tidak mengalami perang. "Pada masa depan, kita harus mulai mengkhawatirkan persoalan lapangan kerja," kata Merkel kepada para wartawan.
Menurut Merkel, para pemimpin harus merespon kekhawatiran masyarakat tentang ekonomi, kesejahteraan, migrasi, pertahanan di Eropa.