Ahad 26 Mar 2017 20:48 WIB

Ustaz Shamsi Ali: Ada Alquran Disobek dan Muslimah Dipukuli di AS

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Bilal Ramadhan
Ustaz Shamsi Ali
Foto: dok.Istimewa
Ustaz Shamsi Ali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejak dimulainya kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) 2016 lalu, kekerasan terhadap kelompok minoritas di negara itu meningkat tajam. Kecenderungan itu kian jelas setelah Donald Trump menjadi presiden AS ke-45.

Menurut tokoh Muslim AS, Imam Shamsi Ali, umat Islam setempat termasuk yang menjadi sasaran sampai hari ini. Pria kelahiran Sulawesi Selatan itu mencontohkan beberapa kasus, seperti seorang Muslimah anggota kepolisian New York yang direnggut jilbabnya; pekerja transportasi umum New York yang berhijab didorong di sebuah tangga kereta bawah tanah; seorang pekerja bandara JFK New York yang berhijab diserang.

“Beberapa hari lalu, sebuah masjid di Arizona dimasuki oleh seseorang di saat sepi dan Alquran yang ada di rak-rak itu disobek-sobek. Baru kemarin seorang wanita Muslimah diteriaki dan dipukuli,” kata Shamsi Ali dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (25/3).

Selain itu, lanjut dia, adanya upaya Trump untuk melarang pendatang yang beragama Islam dari negara-negara mayoritas Muslim ke AS. Menurut Shamsi Ali, pelarangan itu merupakan penampakan karakteristik pemerintahan Trump yang sesungguhnya kepada komunitas Muslim.

“Kebijakan pelarangan ini menjadi bagian dari kemenangan kelompok-kelompok Islamofobia yang selama ini sangat gencar memerangi Islam dan komunitas Muslim. Dengan sendirinya, menjelaskan kecurigaan bahwa Islamofobia sekarang ini sudah menjadi bagian sistem kenegaraan (AS),” jelas dia.

Bukan hanya Muslim yang menjadi korban. Shamsi Ali mengungkapkan, kelompok Yahudi, Hispanik, Afro-Amerika, dan Hindu juga mengalami peningkatan diskriminasi. Dia mencontohkan, beberapa pekan lalu, kompleks permakaman-bersejarah milik komunitas Yahudi di St Louis dirusak oleh pihak yang tak bertanggung jawab. Puluhan sinagog di AS juga mendapatkan teror bom.

Beberapa hari lalu, di AS seorang ilmuwan Hindu keturunan India terbunuh karena alasan sentimen etnis. Selang tak lama kemudian, seorang pemimpin Sikh tertembak mati di pekarangan rumahnya di Seattle, Washington.

“Saya mungkin tidak salah jika mengatakan bahwa kemenangan Donald Trump adalah sebuah ‘unintended mistake’ (kesalahan yang tak disengaja). Tentu, itu sebuah konsekuensi demokrasi,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement