REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Hampir 27 juta orang di negara-negara yang terancam kelaparan - Nigeria, Somalia, Sudan Selatan dan Yaman - tidak bisa mendapatkan air bersih. Badan anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), UNICEF, Rabu (29/3), mengatakan kondisi tersebut bisa mematikan bagi anak-anak penderita gizi buruk seiring kurangnya makanan.
Sementara itu, PBB bulan lalu mengatakan bahwa lebih dari 20 juta orang - angka yang lebih besar daripada populasi Rumania atau Florida - mengalami risiko kehilangan nyawa karena kelaparan dalam waktu enam bulan mendatang di keempat negara tersebut akibat konflik dan perubahan iklim.
UNICEF mengatakan bahwa kekurangan air, sanitasi yang tidak memadai dan kebersihan yang buruk menambah risiko bagi anak-anak yang kekurangan gizi di keempat negara dan dapat menyebabkan penyakit diare mematikan.
"Air yang tidak aman dapat menyebabkan kekurangan gizi atau membuat kondisi lebih buruk, tidak peduli berapa banyak makanan yang dikonsumsi anak yang kekurangan gizi, mereka tidak akan lebih baik kondisinya jika air yang mereka minum tidak aman," kata Direktur Program Darurat UNICEF dalam sebuah pernyataan.
"Kombinasi malnutrisi, air kotor dan sanitasi yang buruk merupakan lingkaran setan yang membuat banyak anak tidak pernah pulih."
Di timur laut Nigeria, tempat jutaan orang mengamankan diri dari pemberontakan oleh milisi Boko Haram, 75 persen air dan infrastruktur sanitasi telah rusak dan hancur hingga menyebabkan 3,8 juta orang tidak bisa mendapatkan air bersih, kata UNICEF.
Di Somalia, yang telah terpukul oleh kekeringan terburuk dalam 20 tahun terakhir, banyak sumber air telah kering atau terkontaminasi. Kondisi itu menyebabkan sekitar sepertiga dari penduduk tidak memiliki akses terhadap air, sanitasi dan kebersihan, katanya.
UNICEF mengatakan konflik telah menyebabkan 5 juta orang di Sudan Selatan dan setidaknya 14,5 juta orang di Yaman sulit mendapatkan air bersih, sanitasi dasar dan kebersihan. "Kami bekerja sepanjang hari untuk berusaha menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa secepat yang kami bisa," kata Fontaine.
"Tapi tanpa mengakhiri konflik yang mengganggu negara ini, tanpa adanya akses berkelanjutan dan hilangnya hambatan ke anak-anak yang membutuhkan dukungan dan tanpa sumber daya lebih, bahkan upaya terbaik kami tidak akan cukup."
Bulan lalu, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa Antonio Guterres mengatakan lebih dari 4 miliar dolar AS dibutuhkan pada akhir Maret untuk mengatasi keadaan darurat, yang telah menyebabkan hampir 500.000 anak-anak menderita kekurangan gizi akut.