REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Masuknya daging sapi Spanyol ke pasaran Indonesia semakin meningkatkan persaingan. Namun menurut Meat and Livestock Australia (MLA), daging sapi asal Spanyol itu bukanlah ancaman bagi perdagangan ternak dan daging asal Australia di Indonesia.
Persaingan di pasar daging meningkat dalam 12 bulan terakhir dengan datangnya daging kerbau beku asal India serta daging sapi asal Spanyol. Tingginya harga sapi di Australia yang telah mengurangi keuntungan peternakan membuat Pemerintah Indonesia mengizinkan impor tambahan untuk menurunkan harga daging ini.
Manajer MLA untuk Asia Selatan, Andrew Simpson -ang juga menjadi pembicara tamu di konferensi Asosiasi Peternai Wilayah Utara Australia (NTCA) pekan ini mengatakan, sejumlah kecil daging dari Spanyol tak mungkin mengacaukan pasar.
Dari informasi yang diperolehnya, katanya, ternyata hanya ada satu perusahaan Spanyol yang telah diakreditasi untuk mengekspor produk mereka ke Indonesia. "Sampai dengan akhir Desember 2016, hanya 260 ton produk mereka yang benar-benar telah masuk [ke Indonesia]," kata Simpson.
"Mereka memiliki izin untuk mengekspor 2.000 ton, dalam satu izin, sehingga teorinya mereka bisa membaginya selama satu tahun. Tapi kami belum melihat hal itu menggusur salah satu produk Australia," jelasnya.
Sebagai perbandingan, data MLA menunjukkan, Australia mengirim 61 ribu ton daging sapi potong dan lebih dari 600 ribu ekor ternak sapi ke Indonesia pada tahun 2016.
"Sebanyak 600 ribu ekor ternak sapi sama dengan sekitar 140 ribu ton daging sapi potong," kata Simpson.
Ia menambahkan, "Jadi kita tak bisa membandingkan pangsa pasar produk Spanyol dengan Australia."
Diminta waspada
Meski demikian, konsultan dokter hewan yang berbasis di Jakarta, Ross Ainsworth, juga menjadi tamu di konferensi NTCA pekan ini mengatakan, Australia perlu waspada terhadap produk Spanyol mengingat harganya sangat murah. "Produk ini tak terlalu baik, tetapi mungkin setara dengan kerbau India atau sedikit lebih baik," katanya.
Ia menambahkan produk ini akan populer mengingat harganya kira-kira setengah dari harga daging sapi Australia. "Tentu kualitasnya lebih rendah, daging ini dibekukan di awal. Tak ada diskriminasi terhadap produk beku tapi pastinya untuk sektor ritel domestik, mereka suka daging segar,” terang Ross.
"Tapi, sekitar setengah dari pasar domestik digunakan untuk bakso dan outlet ritel makanan serta gerobak makanan olahan yang rendah. Di situlah daging India dan Spanyol memiliki dampak besar,” tambahnya
"Jadi itu bisa menimbulkan ancaman serius, terutama jika kuota yang besar diberikan terus-menerus," imbuhnya.
Terlepas dari perbedaan harga, Simpson memperkirakan produk dari Spanyol tak memiliki dampak besar terhadap pangsa pasar Australia di Indonesia. "Tentu saja akan ada importir yang melihat hal itu untuk penetapan harga," sebutnya.
"Daging sapi Australia dijual sekitar 10,50 dolar AS (atau setara Rp 105 ribu), daging sapi Spanyol dijual sekitar 4,50 dolar AS (atau setara Rp 45 ribu) hingga lima dolar AS (atau setara Rp 50 ribu),” jelas Simpson.
"Pada tahap ini, daging sapi Spanyol, dengan satu izin terakreditasi. Saya tak melihat hal itu sebagai ancaman. Saya tak melihatnya sebagai pesaing. Saya tak melihatnya sebagai alternatif terhadap daging sapi Australia di pasaran," jelasnya.
Membantu
Andrew Simpson mengatakan, impor daging sapi Spanyol merupakan bagian dari rencana Pemerintah Indonesia untuk menyediakan protein dalam bentuk yang lebih murah. "Warga Indonesia sudah pasti berniat untuk mencari protein dalam bentuk yang lebih murah," sebutnya.
"Pemerintah (Indonesia) mengatakan, 'kami harus memberi makan 260 juta orang',” ujar Simpson.
Ia menjelaskan, "Daging sapi Australia dengan kualitas premium dan posisi spesialnya benar-benar hanya terjangkau bagi mereka yang memiliki penghasilan tinggi. Untuk sebagian besar orang, protein daging kerbau India, daging sapi Spanyol dan sebagainya, adalah sesuatu yang lebih terjangkau untuk mereka. Dan itu adalah zona komoditas yang tak ingin kita saingi secara realistis," tambahnya.
Berkelas tinggi
Menurut Simpson, dengan meningkatnya persaingan di Indonesia, Australia harus bekerja keras membedakan produknya dan fokus memasarkan daging sapinya sebagai produk berkelas tinggi. "Pasar Indonesia telah menjadi zona dinamis selama 12 bulan terakhir," sebut Simpson.
"Kami telah mengamati sejumlah negara merasa iri dengan apa yang dijalin Australia di Indonesia dan kompetisi mulai memanas,” katanya.
"Kami telah mengamati daging kerbau India sejak September tahun lalu dan seterusnya. Kemudian sejumlah negara, termasuk Spanyol, Brasil, semua mencoba memasukkan produk mereka ke pasar (Indonesia),” jelasnya.
"Tapi kami selalu memiliki persaingan di pasar di seluruh dunia, jadi kami harus memperkirakan tak bisa memiliki pasar ini untuk kami sendiri,” imbuhnya.
"Saya pikir apa yang kami lakukan dengan baik, sebagai bangsa, adalah bekerja keras membedakan produk kita dan memastikan pelanggan memahami bahwa kita memiliki produk premium,” katanya.
"Kami harus mengakui kenyataan bahwa mayoritas warga Indonesia pada akhirnya akan mengonsumsi jenis protein yang lebih murah,” kata Simpson.
"Sementara kami tak bisa bersaing di pangsa tersebut, kami ingin bermain di zona premium atau konsumen dengan pendapatan tinggi," sambungnya.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.