REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengungkapkan, kronologi ditemukannya 51 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Menurutnya, KBRI Kuala Lumpur telah lama menunjukkan kecurigaan adanya perdagangan WNI di sebuah pabrik sarang burung walet di Klang, Selangor.
"Laporan pertama dilakukan pada 28 Februari ke kepolisian Malaysia. KBRI menyatakan kecurigaan adanya kasus TPPO di perusahaan tersebut," ujar pria yang akrab disapa Tata ini, di Jakarta, Kamis (30/3).
Namun, ia mengatakan, saat itu KBRI Kuala Lumpur belum memiliki banyak bukti yang dapat diberikan ke Polisi Diraja Malaysia. Sehingga, pada 2 dan 3 Maret, KBRI Kuala Lumpur melakukan sidak ke pabrik tersebut dengan bantuan dari media setempat.
Setelah mendapatkan bukti awal yang cukup, pada 21 Maret KBRI Kuala Lumpur kembali membuat laporan ke kepolisian. Kemudian pada 28 Maret lalu, kepolisian Malaysia melakukan penggerebekan ke pabrik tersebut atas desakan terus-menerus dari KBRI Kuala Lumpur.
"KBRI telah memberikan informasi. Persis sebulan setelah laporan pertama, kepolisian Malaysia melakukan tindakan penggerebekan," kata Tata.
Dari hasil penggerebekan itu, ditemukan 51 WNI yang menjadi korban TPPO dari jumlah karyawan pabrik sebanyak 150 orang. Sedangkan, 92 pekerja WNI dan tiga pekerja warga negara asing lainnya dinyatakan telah melanggar aturan keimigrasian Malaysia.
Menurut Tata, 51 WNI korban TPPO itu telah mendapat pendampingan dari KBRI Kuala Lumpur, di rumah perlindungan khusus perempuan. Mahkamah pengadilan Malaysia menyatakan akan memberikan perlindungan hingga 18 April mendatang.