REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Serangan dengan menggunakan senjata kimia dilaporkan kembali terjadi di Suriah, Selasa (4/4). Kejadian ini berlangsung di salah satu kota yang dikuasai oleh oposisi.
Sebanyak 18 orang dilaporkan tewas dalam serangan yang terjadi di Khan Sheikhoun. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan dugaan penggunaan senjata kimia baik oleh pasukan pemerintah maupun Rusia yang mendukung rezim Suriah melalui udara.
Kelompok oposisi menunjukkan sejumlah foto orang-orang yang terkena dampak serangan senjata kimia. Banyak di antaranya yang menderita sesak napas hingga meregang nyawa.
Sebuah penyelidikan yang dilakukan PBB bersama dengan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) pada Oktober 2016 lalu menemukan bahwa militer Suriah menggunakan bom klorin dalam beberapa kali serangan sepanjang konflik sejak 2011 lalu. Namun, tidak disebutkan nama komandan maupun pejabat yang memerintahkan hal itu.
Presiden Suriah Bashar Al Assad kemudian diduga terkait langsung dengan penggunaan senjata kimia. Ia disebut oleh penyellidik internasional bertanggung jawab bersama dengan saudara laki-lakinya karena melakukan salah satu kategori kejahatan perang.
Penggunaan senjata kimia dilarang di bawah hukum internasional dan termasuk dalam kategori kejahatan perang.
Suriah bukan merupakan anggota dari Pengadilan kriminal Internasional (ICC). Namun, dugaan kejahatan perang dapat dirujuk ke ICC melalui Dewan Keamanan PBB.
Pemerintah Suriah juga telah berulang kali membantah penggunaan senjata kimia. Menurut pemerintah, bom klorin dan jenis senjata berbahaya lainnya justru digunakan oleh kelompok oposisi dan militan seperti Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Baca juga, Turki Rencanakan Serangan Baru Terhadap Kelompok Teroris di Suriah.