REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Serangan kimia pada Selasa (4/4) di Kota Khan Sheikhoun, Idlib bukan yang pertama dilaporkan di Suriah, sebab serangan senjata kimia dikatakan telah terjadi di beberapa daerah di Suriah dalam beberapa tahun belakangan, sementara Pemerintah Damaskus dan gerilyawan saling melempar tuduhan.
Sebanyak 1.400 orang tewas ketika beberapa daerah yang dikuasai gerilyawan di pinggir Ibu Kota Suriah, Damaskus, diserang oleh roket yang berisi bahan kimia sarin pada 21 Agustus 2013. Oposisi dan pemerintah juga saling melempar tuduhan.
Pada tahun yang sama, serangan bahan kimia terjadi di Kota Kecil Khan Al-Asal, yang dikuasai pemerintah, di pinggir Aleppo. Dalam serangan tersebut, beberapa prajurit Suriah dan warga sipil tewas atau menderita sesak nafas. Pemerintah menuduh gerilyawan, yang, pada gilirannya, membantah tuduhan itu.
Baca: Suriah Bantah Militernya Miliki Senjata Kimia
Pada Oktober 2013, beberapa pejabat Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) tiba di Suriah untuk memantau perlucutan simpanan senjata kimia Suriah, setelah Damaskus secara resmi bergabung dalam Konvensi Pelarangan Senjata Kimia. OPCW belakangan menyatakan Pemerintah Damaskus telah membuat instalasi produksi senjata kimianya tak beroperasi.
Perlucutan senjata kimia Suriah dilakukan secara dicapainya kesepakatan AS-Rusia, tanda pertama mengenai konsensus antara kedua negara adidaya mengenai konflik Suriah. Sejak itu, laporan mengenai serangan gas beracun beberapa kali muncul.
Baca: Serangan Gas Sarin Beracun di Suriah Tewaskan 58 Jiwa