Rabu 05 Apr 2017 09:31 WIB

OPCW Investigasi Serangan Kimia di Idlib

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Ani Nursalikah
Ahli dari Turki mengevakuasi korban diduga karena serangan senjata kimia di Idlib, Suriah ke RS setempat di Reyhanli, Turki, 4 April 2017.
Foto: DHA-Depo Photos via AP
Ahli dari Turki mengevakuasi korban diduga karena serangan senjata kimia di Idlib, Suriah ke RS setempat di Reyhanli, Turki, 4 April 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, KHAN SHEIKHOUN -- Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) sedang menggencarkan misi pencari fakta yang mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang serangan kimia yang diduga dilancarkan di provinsi Idlib, Suriah utara. Hasil temuan misi ini nantinya akan dilaporkan kepada Dewan Eksekutif OPCW.

Hingga saat ini, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris melaporkan serangan tersebut sudah menewaskan 58 orang. Bahkan 11 di antaranya adalah anak-anak.

“Kami sangat mengutuk penggunaan senjata kimia oleh siapa pun, dimana pun dan dalam keadaan apa pun,” demikian pernyataan dari OPCW.

Organisasi ini mendapatkan penghargaan Nobel Perdamaian atas upaya perlucutan senjata kimia pada 2013. Pada tahun itu pula Suriah mulai bergabung dengan OPCW.

Ini adalah klaim ketiga dari serangan kimia selama lebih dari sepekan ini di Suriah. Dua serangan sebelumnya dilaporkan di provinsi Hama, di daerah yang tidak jauh dari Khan Sheikhoun.

Baca: Serangan Senjata Kimia di Suriah Kerap Terulang

Juru bicara gerilyawan, Abu Hamdu menuduh pesawat perang Rusia atau Suriah kemudian meratakan sebuah rumah sakit kecil dan merusak lima kendaraan penyelamat di kota yang sama. Namun pada pekan lalu sumber dari pemerintah Suriah menyatakan tuduhan pasukan pemerintah menggunakan senjata kimia adalah tidak benar.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Frederica Mogherini mengatakan serangan itu sangat mengerikan. "Pemerintah Damaskus memiliki tanggung jawab utama untuk melindungi masyarakat dan bukan menyerang rakyatnya," katanya, seperti dilaporkan Morning Star, Rabu (5/4).

Dengan adanya serangan kimia dramatis tersebut, Mogherini menegaskan, bagaimanapun pertempuran harus segera dihentikan. Mogherini akan menjadi tuan rumah pertemuan internasional di Brussels hari ini, Rabu (5/4) waktu setempat tentang masa depan Suriah dan wilayahnya.

Kecaman juga datang dari Prancis yang sudah mendeklarasikan dukungannya kepada pemberontak anti-Assad. Menurut Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault, tindakan mengerikan ini peristiwa ekstrem yang mengancam keamanan internasional.

Prancis meminta diadakannya pertemuan darurat di Dewan Keamanan PBB untuk membahas serangan kimia tersebut. Senada dengan Prancis, Israel juga mendesak PBB mengintervensi konflik Suriah.

Baca: Suriah Bantah Militernya Miliki Senjata Kimia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement