REPUBLIKA.CO.ID, ALMANAMAH -- Menteri Luar Negeri Bahrain Sheikh Khalid bin Ahmed Khalifa mengatakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memahami Timur Tengah lebih baik dibandingkan pendahulunya, mantan presiden AS Barack Obama.
Ia mengatakan Trump memiliki pandangan yang lebih jernih terhadap kawasan Timur Tengah. Trump berulang kali mengkritik kesepakatan nuklir dengan Iran yang bersejarah.
"Kami melihat AS sangat mengerti kami di Timur Tengah yang menghadapi banyak ancaman, khususnya dari Iran," ujar Sheikh dalam sebuah wawancara dengan Reuters, dilansir Al Araby, Rabu (4/4).
Bahrain sempat mengalami keterpurukan akibat konflik yang melanda negara itu, setelah Arab Spring pada 2011 lalu. Negara itu juga sempat menuding Iran menjadi salah satu penyebab kekacauan tersebut dengan campur tangan mereka.
Namun, tuduhan itu dibantah dengan tegas oleh Iran. Negara-negara di Timur Tengah, khsuusnya di Teluk Arab sering kali mengatakan Iran menjadi faktor utama mereka harus menaikkan tingkat impor senjata atas alasan ancaman keamanan.
Tetap, analisis dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) mengatakan itu hanyalah alasan untuk membenarkan jual beli senjata yang negara-negara Teluk Arab lakukan. Mereka menjadikan Iran sebagai alasan yang mendorong hal itu harus dilakukan, meski tidak ada bukti kuat ancaman nyata apa yang dihadapi dari Republik Islam tersebut.
Pada Februari lalu, seorang pejabat AS mengatakan Trump telah setuju untuk menetapkan transfer senjata yang sempat terhenti ke Bahrain dan Arab Saudi. Sebelumnya, Obama menghentikan hal itu karena kekhawatiran pelanggaran hak asasi manusia HAM yang dilakukan negara-negara di Teluk Arab.
"Ini adalah penjualan siginifikan bagi sekutu AS di Teluk Arab yang harus menghadapi ancaman dari Iran dan sekaligus dapat memberi kontribusi untuk memerangi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS)," jelas pejabat itu.
Bahrain berulang kali mendapat kritik mengenai pelanggaran HAM. Dari laporan Departemen Luar Negeri AS pada 2016 lalu, negara itu memiliki masalah serius diantaranya dengan terbatasnya akses warga dalam memilih pemimpin dan orang-orang yang melayani pemerintahan.
Selain itu, Human Rights Watch juga pernah menyampaikan laporan bahwa pengadilan di Bahrain kerap menghukum dan memenjarakan para demonstran yang melakukan aksi secara damai. Bahkan, negara itu dinilai gagal menghukum pejabat yang bertanggung jawab atas penyiksaan dan pelanggaran HAM terhadap masyarakat sipil.