REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memotong jumlah sumbangan negaranya untuk Dana Kependudukan PBB (UNFPA) disebut akan membuat perempuan di seluruh dunia disebut menderita.
AS selama ini menjadi salah satu penyumpang terbesar untuk UNFPA. Badan PBB itu menerima sekitar 75 juta dolar AS setiap tahunnya untuk membantu penduduk di seluruh dunia, termasuk pelayanan kesehatan perempuan dari banyak negara.
Direktur Advokasi dan Kebijakan dari Koalisi Kesehatan Perempuan Internasional, Shannon Kowalski mengatakan dengan bantuan AS, pada 2016 UNFPA mampu menyelamatkan nyawa 2.340 orang. Kebanyakan dari mereka dapat bertahan setelah risiko kematian selama kehamilan dan persalinan.
Kemudian, dengan sumbangan AS setidaknya ada 947 ribu perempuan yang dicegah dari kehamilan tidak diinginkan. Ditambah dengan sekitar 295 ribu dari ibu hamil yang mendapat tindakan aborsi secara aman.
"UNFPA juga dapat membantu sekitar tiga juta pasangan yang mencegah kehamilan tidak diinginkan. Karena itu, dengan keputusan AS, semua orang, khususnya perempuan di dunia ini akan menderita," ujar Kowalksi, dilansir The Independent.
Trump menetapkan keputusan memotong dana sumbangan terhadap UNFPA karena dukungan terhadap aborsi tersebut. Salah satunya adalah aborsi yang disebut dilakukan secara paksa di Cina.
Sesuai dengan janji kampanye miliarder itu, ia tidak akan membiarkan aborsi paksa terjadi di negaranya dan seluruh dunia. Meski demikian, banyak kaum liberal di AS yang menetang hal itu dan menilai langkah tersebut menjadi dukungan kuat bagi kaum konservatif dan aktivis anti-aborsi lainnya.
UNFPA juga disebut tidak hanya berfokus terhadap aborsi. Namun, lebih dari itu badan PBB ini menyediakan layanan kesehatan perempuan yang mencakup program keluarga berencana, hingga pendidikan. Bahkan, juga termasuk untuk melindungi Kaum Hawa dari diskriminasi gender, serta pernikahan anak di bawah umur yang rentan terjadi di negara-negara miskin.
"Keputusan AS untuk memotong sumbangan bagi UNFPA dilakukan tanpa fakta badan PBB ini hanya melakukan aborsi, di saat sebenarnya menyalurkan bantuan kemanusiaan yang besar," jelas Rucks.
Trump disebut memperluas kebijakan yang pernah ditetapkan di masa pemerintahan mantan presiden AS George W Bush. Saat itu, Negeri Paman Sam memotong pendanaan untuk bantuan kesehatan global yang ditawarkan oleh organisasi pendukung aborsi, termasuk layanan medis yang sebenarnya tidak secara langsung mendukung kebijakan keluarga berencana dan aborsi, namun pernah mendiskusikan hal itu.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menyesalkan keputusan AS. Hal itu akan membawa pengaruh sangat buruk bagi perempuan di seluruh dunia yang rentan dengan berbagai penyakit.