Rabu 05 Apr 2017 14:17 WIB

PBB Lakukan Pertemuan Darurat Terkait Serangan Kimia Suriah

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Dugaan penggunaan senjata kimia di Suriah
Foto: Guardian
Dugaan penggunaan senjata kimia di Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan darurat membahas dugaan serangan senjata kimia yang terjadi di Suriah, Rabu (5/4). Serangan itu terjadi di Khan Sheikhoun, salah satu kota yang dikuasai oposisi negara itu.

Pemerintah Suriah diduga kuat berada di balik serangan yang membuat setidaknya 58 orang tewas dan puluhan lainnya terluka. Dalam serangan di salah satu kota di Provinsi Idlib itu, 11 korban meninggal dilaporkan adalah anak-anak.

Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis sebelumnya mengajukan resolusi Dewan Keamanan PBB untuk mengutuk serangan senjata kimia di Suriah. Ketiga negara menyalahkan pasukan pemerintah negara itu, yang dipimpin oleh Presiden Bashar Al Assad.

Dilansir dari BBC, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga diminta untuk melaporkan apakah Pemerintah Suriah telah bekerja sama dalam penyelidikan internasional mengenai dugaan penggunaan senjata kimia di Suriah. Rancangan resolusi yang diajukan ketiga negara juga menyatakan semua pihak yang melakukan tindakan itu di Suriah harus bertanggung jawab.

Nantinya, dalam pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB, pemungutan suara untuk menetukan rancangan resolusi itu dapat diteruskan atau tidak. Resolusi itu disebut menargetkan tidak hanya Pemerintah Suriah, namun semua pihak yang melakukan pelanggaran selama konflik terjadi di negara itu, seperti pihak yang melakukan senjata kimia secara tidak sah, serta mereka yang menggunakan senjata tersebut.

Baca: Cerita Korban Serangan Kimia Suriah Selamatkan Istri dan Kerabat

Belum diberitahukan bagaimana Rusia dan Cina, sebagai anggota Dewan Keamanan PBB yang juga dikenal sebagai sekutu Assad menanggapi langkah itu. Pada Februari lalu, kedua negara memberikan hak veto untuk melindungi Pemerintah Suriah mendapatkan sanksi dari sejumlah negara Barat atas dugaan kejahatan perang.

Sebuah penyelidikan yang dilakukan PBB bersama dengan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) pada Oktober 2016 lalu disebut menemukan bukti militer Suriah menggunakan bom klorin dalam beberapa kali serangan sepanjang konflik yang berlangsung di negara itu sejak 2011, diantaranya adalah pada 2014 dan 2015.

Jenis racun kimia yang diluncurkan dalam serangan tersebut diyakini adalah klorin. Assad kemudian diduga terkait langsung dengan perintah penggunaan senjata kimia. Ia disebut penyelidik internasional bertanggung jawab bersama dengan saudara laki-lakinya karena melakukan salah satu jenis kejahatan perang itu.

Penggunaan senjata kimia dilarang di bawah hukum internasional dan termasuk dalam kategori kejahatan perang. Penyelidikan yang dilakukan saat ini di Suriah tidak memiliki kekuatan hukum.

Suriah juga bukan merupakan anggota dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Namun, dugaan kejahatan perang dapat dirujuk ke ICC melalui Dewan Keamanan PBB.

Namun, pada 2013 Pemerintah Suriah  pernah membuat kesepakatan untuk menghancurkan seluruh senjata kimia yang negara itu miliki, sesuai dengan kesepakatan yang ditengahi oleh Rusia dan AS.

Dalam serangan yang diduga menggunakan senjata kimia kali ini, belum dipastikan apa jenis bahan kimia yang digunakan. Namun, sejumlah kelompok pro-oposisi Suriah mengatakan kemungkinan besar racun yang diluncurkan melalui serangan udara itu adalah agen saraf sarin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement