Kamis 06 Apr 2017 16:29 WIB

Alyousef yang Kehilangan Dua Bayi Kembar Akibat Serangan Gas Racun Suriah

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Abdel Hameed Alyousef memegang dua anaknya yang menjadi korban tewas akibat serangan senjata Kimia di Khan Sheikhoun, Provinsi Idlib, Selasa (4/4).
Foto: AP
Abdel Hameed Alyousef memegang dua anaknya yang menjadi korban tewas akibat serangan senjata Kimia di Khan Sheikhoun, Provinsi Idlib, Selasa (4/4).

REPUBLIKA.CO.ID, Abdel Hameed Alyousef (29), seorang pemilik toko di kota Khan Sheikhoun, Suriah, menjalani rutinitasnya seperti biasa pada Selasa (4/4) pagi.

Seperti hari-hari sebelumnya, ia selalu merasakan kehangatan pagi dengan melihat senyum rekah dari anak kembarnya, Aya dan Ahmed. Keduanya baru berusia sembilan bulan. Senyuman yang selalu menancapkan semangat padanya.

Namun Alyousef tak terpikir bahwa hari itu dia akan kehilangan anak, istri, dan kerabatnya untuk selamanya. Tak akan ada lagi kehangatan pagi untuknya tanpa rekah senyum dari orang-orang ia cintai.

Pagi itu sebuah serangan mematikan menghantam Khan Sheikhoun. Serangan udara dengan menggunakan senjata kimia seketika menewaskan sekitar 80 orang, termasuk 30 anak-anak dan 20 perempuan. Si kembar Aya dan Ahmed termasuk dalam daftar korban tewas tersebut.

Saat serangan terjadi, Alyousef tengah berkumpul bersama keluarganya. "Ketika serangan terjadi, saya tepat di sisi mereka. saya segera membawa anak dan istriku keluar dari rumah," ceritanya seperti dilaporkan laman Al Arabiya.

Tak lama setelah serangan terjadi, Alyousef dan keluarganya memang belum merasakan efek apapun. "Mereka sadar awalnya, tapi 10 menit kemudian mulai tercium bau," katanya.

Saat itulah, istri dan anak kembar Alyousef roboh. Matanya terpejam dan tak sadarkan diri. Melihat hal demikian, ia bergegas mencari pertolongan.  Ketika itu, Alyousef mendapat tumpangan untuk membawa keluarganya ke rumah sakit. Di mobil yang ditumpanginya tersebut, ia memeluk erat anak kembarnya yang telah terpejam dalam balutan kain berwarna putih. Sesekali ia belai rambut keduanya sambil menahan desakan air mata. Hatinya terkoyak.

Mobil tersebut segera dipacu menuju ke fasilitas medis atau rumah sakit terdekat. Alyousef meyakinkan ia bahwa keluarganya akan baik-baik saja. Mereka pasti selamat, pikirnya.

Setibanya di rumah sakit, Alyousef tidak menunggu anak dan istrinya siuman. Ia bergegas pergi untuk mencari kerabat dan saudaranya.

Dalam pencarian tersebut, hati Alyousef semakin tercabik. Ia menemukan jenazah dua saudaranya, dua keponakan, serta tetangga dan teman-temannya. Dan ternyata nyawa anak kembarnya serta istrinya juga tak bisa terselamatkan. "Aku tidak bisa menyelamatkan siapapun. Mereka semua tewas sekarang," ucapnya.

Penderitaan Alyousef juga dialami Aya Fadl, seorang guru bahasa Inggris berusia 25 tahun. Tak lama setelah serangan terjadi, Fadl membopong anaknya yang berusia hampir dua tahun menuju fasilitas medis.

Ketika di perjalanan ia melihat sebuah mini truk melintas. Di truk tersebut mayat-mayat bertumpuk. Air matanya berderai kala melihat mayat-mayat tersebut ternyata adalah murid-murid serta kerabatnya.

"Ammar, Aya, Mohammed, Ahmad, aku mencintaimu 'burung'-ku. Mereka memang benar-benar seperti burung," kata Fadl ketika melihat jenazah murid-muridnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement