REPUBLIKA.CO.ID, VATIKAN -- Pemimpin umat Katolik se-Dunia, Paus Fransiskus meminta kepada Pangeran Charles agar menjadi penyebar warta perdamaian dan lingkungan hidup. Permintaan Paus itu diutarakan saat bertemu dengan anggota kerajaan Inggris itu di Vatikan.
Pangeran dari Wales dan istrinya -Duchess of Cornwall- itu berbicara secara pribadi sekitar 30 menit dengan Paus Fransiskus di salah satu ruangan di dekat balairung besar Vatikan, belum lama ini.
"Ke mana pun pergi, semoga Anda menyebarkan perdamaian," kata Paus kepada Charles dalam cuplikan video kepada khalayak. Ketiga tokoh itu tampak diambil fotonya dan bertukar buah tangan. Fransiskus memberi pangeran itu patung perunggu kecil.
"Saya akan melakukan yang terbaik," kata ahli waris tahta Inggris itu, yang sedang melawat ke Rumania, Italia, dan Austria dengan istrinya.
Charles memberikan Paus satu kerangjang yang berisi makanan dari pertaniannya di Highgrove dan mengatakan bahwa paus mungkin akan senang menyumbangkannya kepada orang lain, seperti yang biasa dilakukan. "Orang lain mungkin akan menyukainya," kata Charles.
Kedua tokoh itu tampil sebagai pegiat lingkungan. Paus Fransiskus memberi Charles salinan Ensiklik Laudato Si yang dibuat pada 2015, yang menyerukan tindakan mendesak untuk menghadapi perubahan iklim.
Keduanya juga pendukung kuat dari Perjanjian Paris 2015 untuk mengekang peningkatan suhu dunia. Baru-baru ini Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengancam untuk meninggalkan perjanjian itu.
Terkait dengan masalah perubahan iklim, baru-baru ini, satu tim peneliti internasional telah mendapati hujan dan salju memainkan peran yang lebih penting daripada sekedar mengenai seberapa panas atau dingin cuaca bagi evolusi tanaman serta hewan.
Dengan mengkaji 168 studi yang disiarkan dan mengutuk saringan alam selama masa tertentu bagi hewan dan tanaman di seluruh dunia, tim itu menyimpulkan bahwa antara 20 dan 40 persen variasi dalam seleksi dalam berbagai studi dapat disebabkan oleh keragaman curah hujan hujan lokal.
Tim 20-ahli biologi tersebut dari Amerika Serikat, Kanada, Eropa dan Australia menyiarkan temuan mereka di jurnal Science. Namun, peneliti belum dapat memastikan apakah akan terjadi adaptasi dalam evolusi itu.