REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Suriah menegaskan komitmennya pada kesepakatan pelarangan penggunaan senjata kimia dan membantah tudingan negara-negara Barat jika Damaskus menggunakan senjata kimia di Idlib atau di wilayah manapun.
"Suriah menolak dengan keras tudingan penggunaan senjata kimia di Idlib maupun di wilayah manapun. Kami masih berkomitmen melaksanakan kesepakatan pelarangan penggunaan senjata tersebut sejak 2013 lalu," demikian keterangan pers Kementerian Luar Negeri Suriah, Jumat (7/4).
Pernyataan itu dikeluarkan setelah peristiwa serangan senjata kimia di Provinsi Idlib pada Selasa (4/4) yang telah menewaskan puluhan orang. Pemerintah Suriah dalam pernyataannya menuding kelompok teroris yang beraktivitas di wilayah Khan Shaykhun dan para pendukungnya di kawasan dan Barat melemparkan tuduhan palsu pada tentara Suriah.
Damaskus menyebut sinyal dari kelompok negara-negara yang mendukung teroris itu sebagai kampanye baru yang ditujukan pada Suriah diantaranya oleh Presiden Turki dan beberapa menteri luar negeri Eropa. Suriah menyebut rencana itu bertujuan untuk membuka kembali file kimia Suriah dan menggagalkan perundingan di Astana dan Jenewa.
Sebagai bukti, Suriah menjelaskan telah mengirim surat kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak beberapa minggu lalu akan adanya aktivitas penyelundupan senjata kimia yang dilakukan oleh kelompok gerilyawan ke Provinsi Idlib melalui negara tetangga seperti Turki.
Negara-negara Barat pada umumnya menuding pemerintahan Presiden Bashar al-Assad sebagai pelaku utama. Namun tudingan itu dibantah oleh rezim yang balik menuduh kelompok oposisi sebagai pihak yang bertanggung jawab.
"Pemerintah Suriah mengecam kejahatan yang dilakukan oleh kelompok teroris bersenjata yang menggunakan politik murahan dengan mengorbankan nyawa anak-anak dan perempuan," tulis keterangan pers tersebut.
Kepala Pelaksana tim PBB yang mengawasi pemusnahan senjata kimia Suriah lalu, Jerry Smith mengatakan serangan di Idlib mirip yang terjadi di Ghouta pada 2013 lalu saat lebih dari 1.300 orang tewas. Setelah serangan di Ghouta tersebut, Suriah kemudian bersedia menghancurkan semua cadangan senjata kimia mereka. Namun beberapa pihak curiga masih ada sisa cadangan gas sarin yang belum dimusnahkan.