REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Deretan perahu nelayan terlihat berlayar di dekat Scarborough, wilayah laut yang dangkal di Laut Cina Selatan, Ahad (9/4). Tak ketinggalan, perahu-perahu itu juga nampak didampingi oleh armada penjaga pantai.
Armada penjaga pantai tersebut berasal dari Cina. Hal inilah yang kemudian membuat banyak yang menilai bahwa Negeri Tirai Bambu tengah mencoba unjuk kekuatan di salah satu kawasan yang disebut perairan paling strategis di Asia.
Cina meningkatkan jumlah armada di sejumlah wilayah di Laut Cina Selatan. Salah satunya adalah wilayah strategis untuk mendapatkan salah satu kekayaan laut, yaitu ikan dan mahluk hidup yang biasa dikonsumsi oleh manusia.
Tindakan itu dilakukan sembilan bulan sejak keputusan dari Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda dikeluarkan. Secara jelas, pengadilan tersebut yang menolak klaim negara itu atas sejumlah besar wilayah di Laut Cina Selatan.
Tetapi, Cina dengan tegas menolak apa yang diputuskan oleh Mahkamah Abitrase Internasional. Cina dinyatakan tidak memiliki hak sejarah atas klaim sebagian besar wilayah Laut Cina Selatan, sesuai dengan gugatan yang diajukan oleh Filipina.
Selama ini, Filipina merasa hak atas wilayah negara di perairan kaya energi itu dirampas oleh Cina. Banyak negara lainnya di Asia yang juga mengklaim hak atas Laut Cina Selatan.
Meski Cina telah menunjukkan bagaimana kekuasaan atas Laut Cina Selatan. Namun, kehadiran kapal nelayan Filipina kali ini nampaknya menjadi suatu tanda adanya kesepakatan yang kedua negara sepakati.
Salah satu yang diyakini menjadi melunaknya sikap Cina terhadap salah satu negara di Asia Tenggara itu adalah tawaran dari Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Ia disebut melakukan negosiasi dengan Cina dengan melakukan investasi dan transaksi perdagangan.
Cina tidak lagi memukul mundur kapal Filipina yang melakukan kegiatan di wilayah sengketa di Laut Cina Selatan sejak Oktober lalu. Dengan demikian, nelayan dari negara itu dapat menangkap ikan dan sumber daya laut lainnya dengan lebih leluasa.
Sejak saat itu, puluhan perahu kecil terlihat melintasi wilayah perairan dangkal yang juga disebut sebagai laguna itu. Baik siang, maupun malam banyak nelayan Filipina yang memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk menangkap ikan dalam jumlah berlimpah di laut yang kaya akan sumber daya tersebut.
"Ini sangat baik bahwa saat kami diizinkan untuk kembali berlayar di kawasan perairan ini. Sangat membantu saya untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarga," ujar salah satu nelayan tradisional filipina, Vicente Palawan.
Ia mengakui tidak menyukai banyak warga Cina yang berada di laguna yang terletak sekitar 200 kilometer dari Filipina. Namun, Palawan tidak keberatan untuk dapat berbagi karena bagaimanapun tetap bisa mendapatkan ikan dalam jumlah banyak.
Meski Cina membuat kelonggaran dengan konsesi, namun negara yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping itu dinilai terus meningkatkan kekuasaannya. Melalui strategi baru, Cina semakin berkembang dengan banyaknya penjaga pantai dan kehadiran nelayan Tiongkok di Laut Cina Selatan.
Selain oleh Cina dan Filipina, wilayah perairan Scarborough juga diklaim oleh Taiwan dan Vietnam. Tak sedikit yang juga mengkhawatirkan bahwa Beijing seiring berjalannya waktu benar-benar menancapkan kekuasaan di wilayah kaya ikan itu, seperti halnya membangun sebuah pulau buatan di Kepulauan Spratly, bagian dari zona ekonomi eksklusif Filipina.
Penjagaan ketat juga dilakukan oleh pasukan Cina di Scarborough. Penjaga pantai dari negara itu melarang kapal-kapal yang berukuran besar memasuki laguna. Hanya kapal kecil yang mungkin cukup menampung dua orang diizinkan datang dan menangkap ikan.