REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Pemerintah Korea Utara (Korut) akan bersiap menghadapi langkah Amerika Serikat (AS) yang melakukan penyebaran kapal-kapal Angkatan Laut di Semenanjung Korea. Menurut negara itu, pertahanan yang kuat dengan senjata dapat dilakukan sebagai persiapan tindakan balasan.
Dalam sebuah pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Korut, penyebaran angkatan laut AS di Semenanjung Korea adalah langkah yang sangat sembrono. Pergerakan Negeri Paman Sam di wilayah itu dinilai merupakan persiapan untuk menyerang
"AS telah bergerak secara sembrono untuk menyerang dan dalam hal ini negara itu telah mencapai fase yang serius," ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri Korut, dikutip kantor berita KCNA, Selasa (11/4).
Komando AS Pasifik mengatakan penyebaran Angkatan Laut di Semenanjung Korea ditujukan hanya sebagai persiapan. Mereka menjaga kesiapan adanya kemungkinan ketegangan terjadi di wilayah itu.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump juga mengatakan AS siap melakukan tindakan sepihak dalam menghadapi ancaman program nuklir Korut. Tindakan penyebaran kelompok angkatan bersenjata kali ini diyakini merupakan tindak lanjut atas pernyataan itu.
Kelompok angkatan bersenjata AS yang ditempatkan di Semenanjung Korea saat itu dikenal sebagai Carl Vinson. Terdiri atas sebuah kapal induk dan kapal perang lainnya, di mana sebelumnya ditempatkan di pelabuhan Australia dan Singapura. Setelah itu, dialihkan ke barat Samudera Pasifik sebagai bagian dari latihan perang dengan Angkatan Laut Korea Selatan (Korsel).
Bersama dengan Korsel, AS juga telah meluncurkan sistem pertahanan antirudal yang dikenal sebagai High Altitude Area Defense (THAAD). Penyebaran sistem ini dilakukan di wilayah Semenanjung Korea pada Maret lalu.
"Korut siap merespons keinginan perang yang diinginkan AS dan negara itu sepenuhnya bertanggung jawab atas konsekuensi bencana yang ditimbulkan atas tindakan keterlaluan yang dimulai ini," kata pernyataan Kementerian Luar Negeri Korut.
Penyebaran angkatan laut AS kali ini juga membuat Korut menganggap mereka memiliki hak untuk semakin mengembangkan kemampuan senjata nuklir. Hal ini bagi negara terisolasi itu diperlukan sebagai upaya pertahanan diri yang utama.
Korut selama ini mendapat sanksi dari Dewan Keamanan PBB atas sejumlah uji coba program nuklir yang dilakukan. Negara terisolasi itu tercatat melakukan uji coba perangkat nuklir sebanyak lima kali sepanjang 2016 lalu. Pada tahun ini, dua kali peluncuran telah dilakukan.
Korut sebelumnya mengatakan tidak khawatir dengan sanksi yang diberikan Dewan keamanan PBB. Bahkan, negara itu mengatakan akan terus mengembangkan kemampuan nuklir mereka, yang diklaim dapat menjangkau antar benua.
Korut selama ini diyakini mengembangkan teknologi rudal balistik yang menjangkau antarbenua, di mana dapat menembus hingga wilayah AS. Sebelumnya, negara itu mengklaim telah berhasil memuat miniatur hulu ledak nuklir dalam rudal.
Selama 20 tahun terakhir, AS dan sejumlah negara dalam Dewan keamanan PBB juga telah berupaya membuat Korut menghentikan program nuklir mereka. Sejak 2006, seluruh negara anggota telah diminta menegakkan sanksi serta melipatgandakan upaya mencegah tindakan itu kembali terjadi.