REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pentagon meyakini rezim Suriah masih menambahkan stok senjata kimia meskipun AS telah menyerang pangkalan udara dengan rudal jelajah pekan lalu. Juru Bicara Pusat Komando Militer AS Kolonel John Thomas menyebutkan intelijen AS menduga militer Presiden Suriah Bashar al Assad menimbun senjata kimia tersebut di gudang senjata di pangkalan udara Shayrat, di dekat Homs.
Presiden AS Donald Trump memerintahkan penembakan 59 rudal jelajah ke pangkalan udara Suriah sebagai respons atas tindakan Suriah yang menembakkan gas beracun ke wilayah permukiman warga sipil di wilayah pemberontak, kota Khan Sheikhoun. Penyerangan barbar tersebut dituduhkan kepada militer rezim Assad. Meskipun Assad menolak tuduhan tersebut dan menyebutkan gas beracun itu berasal dari gudang senjata milik pemberontak yang bocor.
Baca: Inggris dan Jerman Setuju Tindakan Sepihak AS di Suriah
“Kami menilai ada kemungkinan yang sangat signifikan senjata gas kimia mereka sudah siap untuk diluncurkan kembali, meracuni lokasi tersebut, oleh karena itulah kami tidak menyerangnya,” ujar Thomas kepada wartawan, dikutip Arab News, Selasa (11/4).
Menurutnya, simpanan senjata kimia itu tak terdeteksi sehingga Pentagon tidak ingin mengambil risiko karena tidak sengaja juga turut menyebarkan gas kimia ke pemukiman Suriah. Pentagon juga mengklaim serangan yang mereka lancarkan pekan lalu berhasil melumpuhkan lebih dari 20 jet tempur milik Suriah meskipun mereka juga mendapatkan kritikan karena tidak menargetkan landasan pacu Shayrat.
Thomas mengatakan Pentagon sengaja tidak menargetkan landasan pacunya karena AS hanya merespons serangan gas kimia oleh Suriah, bukan untuk memicu peperangan sipil yang brutal.