REPUBLIKA.CO.ID, LUCCA -- Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson mengeluarkan ultimatum kepada Rusia pada Selasa (11/4). Ia mengatakan, Rusia harus memilih untuk berada di pihak yang sama dengan AS dan negara-negara penentang Suriah lainnya atau tetap memilih untuk merangkul Iran, kelompok militan Hizbullah, dan pemimpin Suriah Bashar al-Assad.
Saat ia memulai perjalanan ke Moskow setelah menghadiri pertemuan G7 di Lucca, Italia, Tillerson mengatakan belum jelas apakah Rusia telah gagal melaksanakan kewajibannya untuk menyingkirkan senjata kimia Suriah. Namun, ia menegaskan, AS tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi di Suriah.
“Kami ingin meringankan penderitaan rakyat Suriah. Rusia dapat menjadi bagian dari masa depan itu dan memainkan peran penting. Atau Rusia ingin tetap mempertahankan aliansi dengan kelompok-kelompok itu, yang kami percaya tidak akan melayani kepentingan Rusia dalam jangka panjang," kata Tillerson, dikutip Arab News.
“Jelas bagi kita semua bahwa pemerintahan keluarga Assad akan segera berakhir, tapi pertanyaan tentang bagaimana berakhirnya dan bagaimana proses transisi bisa sangat penting bagi kami untuk stabilitas di Suriah," kata dia.
Dia mengatakan, perundingan gencatan senjata yang ditengahi oleh Rusia dan Iran di Ibu Kota Kazakhstan, Astana, bisa menghasilkan momentum ke arah perundingan yang lebih luas tentang transisi politik Suriah. Hal itu terjadi jika perundingan Astana mampu menahan gencatan senjata lebih lama. “Untuk saat ini, Astana belum mencapai banyak kemajuan,” kata Tillerson.
Tillerson mengatakan, harapannya adalah Assad tidak menjadi bagian dari masa depan Suriah. Pernyataan-pernyataan Tillerson dikemukakan setelah AS meluncurkan serangan udara terhadap pasukan Assad, pekan lalu.
“Untuk kejelasan, aksi militer kami adalah respons langsung terhadap kebiadaban rezim Assad. Prioritas Amerika Serikat di Suriah dan Irak tetap untuk mengalahkan ISIS,” katanya.