REPUBLIKA.CO.ID, PERTH -- Komunitas Aborigin di Australia Barat merayakan panen berlimpah buah asli gubinge yang disebut juga buah Kakadu yang kaya Vitamin C. Hasil panen satu-satunya perkebunan komersial tersebut hampir dua kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Komunitas Bidyadanga di wilayah pedalaman Kimberley telah membudidayakan buah Kakadu selama 10 tahun terakhir. Warga Aborigin di Australia utara telah memetik buah ini sejak ribuan tahun lalu. Belakangan buah ini dicari untuk digunakan sebagai makanan kesehatan dan bahan kosmetik berkat kandungan vitamin C yang tinggi.
Maskapai nasional Australia, Qantas, bahkan telah menjadikan bubuk buah Kakadu untuk menu dalam penerbangan mereka.
Menciptakan pekerjaan
Seorang pemuka warga Bidyadanga, James Yanawana, giat medorong dibukanya perkebunan komersial buah ini. Dia yakin hal itu akan menciptakan kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan yang sangat dibutuhkan komunitasnya.
Sembari mempersiapkan pengangkutan lebih dari 400 kilogram buah ke atas truk untuk dibawa ke pengolahan, Yanawana mengatakan masih banyak hal yang harus dilakukan, tapi usaha ini mulai membuahkan hasil.
"Senang sekali bisa mencapai hal ini setelah 10 tahun. Senang rasanya kami bisa menghasilkan sesuatu dari sini," katanya kepada ABC.
Bagi Yanawana, gubinge mengingatkannya pada masa kecilnya, ketika buah ini dipromosikan sebagai makanan untuk kesehatan. "Kami memetiknya dari pohon-pohon liar saat melewati hutan. Kami mengunyahnya saat kami jalan bersama," katanya.
Panen buah di perkebunan yang memiliki 350 pohon tersebut dilakukan secara manual oleh warga sejak pertengahan Desember sampai Februari lalu. Buah tersebut kemudian dibekukan dalam waktu 24 jam. Hasil panen ini selanjutnya dibawa ke Negara Bagian Victoria untuk dihaluskan atau diubah menjadi bubuk untuk digunakan dalam makanan, perawatan kulit atau obat-obatan, dan diekspor ke berbagai negara termasuk Amerika Serikat.
Industri gubinge
Komunitas Bidyadanga terletak dua jam ke arah selatan Kota Broome dan dihuni sekitar 900 warga. Ini merupakan komunitas Aborigin terbesar di Australia Barat. Banyak generasi tua di sana berpengalaman menanam tanaman ini sejak masa-masa misionaris Kristen di sana, ketika warga turut menjalankan pasar terbuka.
"Kami pernah menanam pisang, semangka, labu, mentimun. Butuh kerja keras untuk memetik dan mengepaknya, tergantung pada bantuan penduduk setempat," kata Yanawana.
"Saya pikir perlu cara yang lebih mudah. Beberapa dari kami berpikir untuk mencobanya pada buah gubinge," katanya.
Dengan bantuan dari Kimberley Training Institute, Yanawana dan tokoh masyarakat lainnya memutuskan mencoba dan membudidayakan buah yang sampai saat itu, hanya dipetik dari tanaman liar di Australi Barat. Lingkungan Kimberley yang keras, dengan musim dingin kering yang panjang, hujan tropis dan besarnya populasi serangga, menimbulkan tantangan sepanjang tahun.
Masyarakat di sana mendatangkan pakar pertanian Kim Courtenay dan Adrian Sibert untuk membantu mewujudkan proyek ini. Menurut Sibert, masih ada beberapa hal yang perlu dipelajari masyarakat untuk memastikan mereka mendapatkan hasil maksimal dari tanaman organik.
"Dengan membudidayakannya, kita bisa mempelajarinya dibandingkan di masa lalu dimana semuanya dipanen dari tanaman liar," katanya.
"Ini produk organik sehingga pestisida dan bahan kimia lainnya bukan masalah," ujarnya.
"Gubinge adalah jenis tanaman yang cukup unik. Masing-masing memiliki ciri khasnya sendiri, bisa disebut begitu," kata Sibert.
Rencana ekspansi
Berkat panen berlimpah tersebut, warga setempat akan menanam 200 pohon tambahan dan memperluas irigasi yang ada. Sibert mengatakan tujuan yang ingin dicapai adalah memiliki 1.500 pohon di tahun-tahun mendatang dan mulai mendatangkan uang ke masyarakat.
"Kami harap suatu hari akan mengubahnya menjadi milik masyarakat yang menguntungkan. Menjadikannya tujuan bagi anak putus sekolah ketika mereka meninggalkan sekolah, dan menciptakan lapangan kerja," katanya.
Diterbitkan Rabu 12 April Pukul 13:15 AEST oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris.