Senin 17 Apr 2017 00:19 WIB

Referendum Turki Beri Sinyal Mulusnya Langkah Erdogan

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Hazliansyah
Pendukung Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melambaikan bendera nasional dan bendera
Foto: REUTERS/Alkis Konstantinidis
Pendukung Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melambaikan bendera nasional dan bendera "Ya" jelang referendum di Istanbul, Turki, 15 April 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Referendum Turki memberi sinyal mulusnya langkah Erdogan menjabat sebagai Presiden Turki hingga 2029. Hasil referendum menunjukkan 54 persen suara setuju dan 46 persen tidak setuju.

Pendukung Erdogan mengatakan, pergantian sistem parlementer dengan presidensial akan memoderenkan Turki. Sementara kubu oposisi mengkritisi kertas suara yang tidak distempel valid namun tetap dianggap sah dan menuntut pembuktian, demikian dilansir BBC, Ahad (16/4).

Sementara itu, tiga orang ditembak mati di dekat tempat pemungutan suara di Provinsi Diyarbakir pascakisruh pemungutan suara di sana.

55 juta orang di Turki tercatat berhak memberi suara di 167 ribu TPS yang ada. Satu suara "YA" bisa membuat Erdogan bertahan di kursi presiden hingga 2029.

Dengan sistem baru presidensial, kekuasaan termasuk birokrasi akan terpusat pada presiden. Erdogan akan berhak menunjuk menteri dalam kabinet, menerbitkan dekrit, memilih hakim agung, dan menghapuskan parlemen.

Erdogan mengatakan, perubahan yang Turki perlukan adalah mengatasi tantangan keamanan sembilan bulan pascaupaya kudeta dan menangani koalisi rapuh masa lalu.

"Pemungutan suara ini adalah tentang sistem baru pemerintahan Turki, sebuah pilihan untuk berubah," kata Erdogan setelah memberikan suaranya di TPS di Istanbul.

Sistem baru ini, kata Erdogan, akan memberi ketenangan pascaguncangan yang dibuat kelompok Kurdi.

Pada Ahad (16/4), rakyat Turki memberikan suara dalam untuk menentukan perubahan konstitusi melalui referendum. Perubahan konstitusi telah dibahas sejak Recep Tayyip Erdogan menjabat sebagai presiden pada Agustus 2014 lalu.

Sementara itu, RUU perubahan konstitusi disahkan oleh parlemen Januari 2017. Reformasi akan menyerahkan kekuasaan eksekutif kepada presiden dan menghapuskan jabatan perdana menteri. Presiden juga akan diizinkan untuk mempertahankan hubungan dengan partai politik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement