REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Oposisi yang menolak referendum perubahan konstitusi menyebut perubahan konstitusi Turki seperti menampatkan 80 juta warga Turki dalam bus dengan rem blong, berbahaya.
Kubu oposisi menilai perubahan konstitusi akan membuat posisi presiden demikian berkuasa dan membuat pemerintahan hanya berpusat pada satu orang tanpa pengawasan dari sistem.
Pemimpin partai oposisi, Partai Republik Rakyat (CHP), Kemal Kilicdaroglu mengatakan, hasil "YA" akan membahayakan Turki.
"Ini seperti menempatkan 80 juta orang dalam sebuah bus yang remnya blong," kata Kilicdaroglu, demikian dikutip BBC, Ahad (16/4).
Para pendukung suara "TIDAK" untuk perubahan konstitusi Turki mengeluhkan adanya intimidasi selama referendum dan media-media utama Turki kurang memerhatikan hal ini.
Di Ankara, warga yang memberikan suaranya nampak tertib mengatre di tempat pemungutan suara. Setelah petugas memeriksa identitas, pemilih diberi surat suara dengan opsi "YA" dan "TIDAK" di kedua sisi kertas.
Kotak suara sendiri diberi cap Bapak Bangsa Turki, Kemal Ataturk. Bila mayoritas rakyat Turki memilih opsi "YA", maka perubahan konstitusi akan dikabulkan dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan akan tetap menjadi presiden hingga 2029. Referendum ini nampak membelah Turki sedemikian dalam.
Di masa pemerintahan Erdogan, Turki dibanjiri pengungsi dari Suriah. Namun di sisi lain, kelas menengah tumbuh, infrastruktur dimoderenisasi, dan praktik agama dikuatkan.
Pada Ahad (16/4), rakyat Turki memberikan suara dalam untuk menentukan perubahan konstitusi melalui referendum. Perubahan konstitusi telah dibahas sejak Recep Tayyip Erdogan menjabat sebagai presiden pada Agustus 2014 lalu.
Sementara itu, RUU perubahan konstitusi disahkan oleh parlemen Januari 2017. Reformasi akan menyerahkan kekuasaan eksekutif kepada presiden dan menghapuskan jabatan perdana menteri. Presiden juga akan diizinkan untuk mempertahankan hubungan dengan partai politik.