REPUBLIKA.CO.ID, ALEPPO -- Proses evakuasi tahap pertama yang memindahkan ribuan pengungsi Suriah dari wilayah konflik, telah resmi berakhir pada Jumat (21/4). Sebanyak 8.000 penduduk desa Fouaa dan Kefarya dan hampir 3.000 penduduk dari Zabadani, Madaya, dan daerah sekitarnya, telah meninggalkan rumah mereka.
Sesuai kesepakatan, diperkirakan 30 ribu orang akan dipindahkan dari kampung halaman mereka dalam kurun waktu 60 hari. Sebagian besar dari mereka berasal dari desa pro-pemerintah di utara Idlib.
Militer Suriah mengatakan 46 bus yang membawa penduduk Fouaa dan Kefarya telah tiba di Jibreen, di daerah pinggiran Aleppo, pada Jumat (21/4). Sedangkan, sekitar 15 bus yang membawa penduduk dari daerah Zabadani telah diberangkat ke Idlib.
Juru bicara pemberontak dari kelompok Ahrar al-Sham, Mohammed Abo Zayed, mengatakan fase pertama diakhiri dengan kesepakatan untuk membebaskan 500 tahanan dari penjara pemerintah Suriah. Para tahanan tiba di sebuah daerah yang dikuasai pemberontak di dekat Kota Aleppo, pada Jumat (21/4).
"Sebanyak 250 tahanan lainnya akan dilepas dalam 10 hari ke depan", kata Zayed, dikutip Aljazeera
Media Suriah menyatakan kelompok bersenjata tidak lagi berada di Zabadani dan Madaya, daerah yang telah dikuasai pasukan pemerintah setelah evakuasi. Militer Suriah juga mengatakan mereka telah menghancurkan sebuah terowongan yang menghubungkan kedua wilayah tersebut.
Madaya dan Zabadani hancur berantakan di bawah pengepungan pemerintah. Warga kedua kota tersebut memberontak melawan otoritas Damaskus pada 2011 untuk menuntut berakhirnya pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.
Selama terkepung, penduduk setempat kehabisan bahan pangan dan terpaksa berburu hewan pengerat dan memakan dedaunan untuk bertahan hidup. Foto anak-anak malnutrisi juga telah mengejutkan dunia. Kendati demikian, pemerintah setempat terus melanjutkan pengepungan.
Di Suriah utara, warga sipil di Fouaa dan Kefraya hidup di bawah hujan roket dan mortir. Mereka mendapat pasokan makanan dan obat-obatan dari militer.
Penasihat kemanusiaan PBB di Suriah, Jan Egeland, mengatakan kesepakatan evakuasi tahun ini memindahkan lebih banyak penduduk daripada tahun sebelumnya. Akan tetapi, evakuasi tampaknya lebih karena prioritas militer daripada karena rasa kemanusiaan.
"Mereka tampaknya mengikuti logika militer. Mereka tampaknya tidak menempatkan warga sipil di jantung kesepakatan," katanya kepada wartawan di Jenewa.