REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence mengatakan negaranya akan menghormati kesepakatan dengan Australia soal AS menampung 1.250 pencari suaka, yang dianggap Presiden Donald Trump sebagai kesepakatan "bodoh".
Pence mengatakan saat acara jumpa pers bersama Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull bahwa kesepakatan itu akan tunduk pada pemeriksaan. Ia juga mengatakan bahwa menghormati kesepakatan tidak berarti pihaknya mengindahkan perjanjian tersebut.
"Kami akan menghormati perjanjian ini untuk menghormati persekutuan yang sangat penting ini," kata Pence di kediaman resmi Turnbull, Sabtu (21/4).
Australia merupakan salah satu sekutu Washington paling setia dan telah mengirimkan pasukannya untuk berperang bersama militer AS dalam konflik di Irak dan Afghanistan. Berdasarkan kesepakatan yang dicapai di bawah kepemimpinan mantan Presiden Barack Obama akhir tahun lalu, Amerika Serikat akan menampung hingga 1.250 pencari suaka yang ditahan di kamp pemrosesan di pulau-pulau Pasifik Selatan di Papua Nugini dan Nauru.
Sebagai gantinya, Australia akan menampung pengungsi dari El Salvador, Guatemala dan Honduras.
Gedung Putih telah mengatakan bahwa AS akan menerapkan "pemeriksaan sangat ketat" terhadap para pencari suaka yang ditahan di pusat-pusat pemrosesan di Australia itu, yang ingin bermukim di Amerika Serikat. Para penasihat pencari suaka menyambut baik komitmen AS tersebut kendati mereka tetap khawatir bahwa "pemeriksaan sangat ketat" akan menyebabkan lebih sedikit dari 1.250 pencari suaka yang akan ditampung di AS.
"Yang saat ini belum jelas adalah berapa banyak orang yang akan mendapatkan kesempatan ini, dan hal itu harus jelas," kata Graham Thom, Koordinator Pengungsi pada Amnesty International Australia.
Hubungan Australia dengan pemerintahan baru di Washington mengalami permulaan yang sulit ketika Trump mencerca Turnbull soal pengaturan penampungan pencari suaka, yang disebut Trump sebagai kesepakatan "bodoh".
Rincian soal pembicaraan sengit lewat telepon antara kedua pemimpin itu, tak lama setelah Trump mulai menjalankan jabatannya sebagai presiden AS, menjadi berita utama di seluruh dunia. Turnbull menyadari keengganan Trump namun ia mengatakan bahwa komitmen AS merupakan ukuran pemerintahan baru AS di bawah kepemimpinan Trump.