REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Safaa, putri Abdullah Barghouthi –terpidana hukuman 67 tahun penjara– membacakan sepucuk surat untuk ayahnya, dalam sebuah pagelaran yang diselenggarakan oleh sekolahnya di Ramallah, Tepi Barat. Pagelaran yang digelar sebagai bentuk dukungan terhadap para tahanan yang melakukan aksi mogok makan itu, dilaksanakan bertepatan dengan tiga hari Barghouthi melakukan aksi mogok makan bersama ratusan tahanan Palestina.
Dikutip Middel East Monitor, kemarin, Safaa telah terpisah dengan ayahnya sejak berusia satu bulan. “Tawa anak-anak tahanan telah menyatu dengan air mata mereka, namun mereka akan lebih kuat dari rumor yang dihembuskan Israel. Lebih kuat dari upaya para pemukim yang memanggang daging guna mematahakan tekad para tahanan. Dan akan selalu lebih kuat dari seluruh sel isolasi,” tulisnya.
“Ayah, kau adalah kebanggaan kami,” lanjut Safaa. “Aku mencintaimu, dan akan tetap mengingatmu, setiap hari, setiap bulan. Kuatkanlah tekadmu, di tahun mendatang Allah akan mengembalikanmu pada kami.”
“Adalah hakku untuk bertemu dan hidup bersamamu,” ia mengulangi suratnya. “Terus kuulang kata 'ayah', karena begitu jarang aku menyebut kata itu.”
Pembacaan surat tersebut merupakan bagian pagelaran yang dilesenggarakan oleh Qassim al-Rami high school di Ramallah.
Barghouthi telah ditahan sejak 2003. Sebagai pemimpin Hamas, ia ditahan atas keterlibatannya dalam berbagai serangan terhadap Israel.
Jumat pekan lalu, Barghouthi bersama ratusan tahanan Palestina lainnya, telah memasuki hari kelima dalam aksi mogok makan yang mereka laksanakan di penjara Israel.
Awalnya, seruan aksi mogok makan ini disuarakan oleh tahanan Palestina yang berafiliasi pada gerakan Fatah. Kemudian, tahanan Palestina lainnya yang berasal dari spektrum politik yang berbeda-sepakat untuk melakukan aksi mogok makan di bawah slogan "Kemerdekaan dan Kemuliaan". Tercatat 1.500 tahanan Palestina meleburkan diri dalam aksi ini.
Diperkirakan, Israel telah menahan satu juta warga Palestina sejak berdirinya “negara Israel” pada 1948 dan diikuti pendudukan terhadap wilayah Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza pada 1967, sebagaimana dilansir berbagai organisasi kemanusiaan di Palestina.
Menurut Addameer, organisasi yang menangani hak-hak para tahanan, sekitar 6.300 warga Palestina telah ditahan hingga Maret tahun ini.