REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) akan memperketat sanksi yang diberikan terhadap Korea Utara (Korut). Hal ini menjadi strategi terbaru untuk menekan negara terisolasi itu dalam mengembangkan program nuklir, serta rudal yang dinilai menjadi ancaman dunia.
Langkah untuk memperketat sanksi diputuskan oleh Presiden AS Donald Trump. Dalam pertemuan dengan setidaknya 100 senator di negara itu pada Rabu (26/4) waktu setempat, hal ini diumumknan.
"AS mencari stabilitas dan cara denuklirisasi damai di Semenanjung Korea, dengan membuka diri melalui negosiasi. Namun, kami tetap siap untuk membela diri dan sekutu kami," ujar pernyataan bersama yang dikeluarkan Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson, Menteri Pertahanan AS Jim Mattis, dan Direktur Intelijen Nasional Dan Coats, dilansir BBC, Kamis (27/4).
Dalam pernyataan itu, juga dijelaskan bahwa strategi Trump kali ini adalah menambah sanksi ekonomi dan melakukan tindakan diplomatik. Termasuk dalam bekerjasama dengan sekutu dan mitra regional di sekitar Korut.
AS disebut sangat khawatir dengan kemajuan teknologi nuklir yang dikembangkan Korut. Salah satu yang diklaim oleh negara tersebut adalah mereka mampu menempatkan hulu ledak nuklir dalam rudal yang menjangkau antar benua.
Korut selama ini terus mengembangkan program nuklir dengan alasan sebagai alat pertahanan utama negara itu. Namun, sejumlah negara di kawasan Semenanjung Korea yaitu Korsel dan Jepang disebut menjadi ancaman utama serangan nuklir Korut. Termasuk AS, apabila Korut berhasil mengembangkan rudal antar benua.
Selama ini, Korut juga telah mendapat sanksi dari Dewan Keamanan PBB atas sejumlah uji coba program nuklir yang dilakukan. Negara itu tercatat melakukan uji coba perangkat nuklir sebanyak lima kali dalam 2016.
Dalam strategi baru AS kali ini, negara itu akan menekan Cina, sebagai salah satu sekutu Korut. Negeri Paman Sam mengaku terus siap dengan berbagai negosiasi, meski meragukan bahwa Korut dapat menerima kesepakatan apapun yang dibuat untuk menghentikan program nuklir mereka.