REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Para perempuan Muslim ini berharap untuk bisa mengatasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di komunitas mereka dengan mendorong anak perempuan mereka agar memiliki kepercayaan diri untuk mengatakan ‘tidak’.
Mantan penerima penghargaan Australian of the Year Rosie Batty, membantu membicarakan kekerasan dalam rumah tangga di depan publik dan menjadi sorotan nasional. Kauthar Abdulalim berharap untuk bisa membantu membahas topik itu lebih lanjut di komunitas Muslim.
Salah satu pendiri ‘Her Project Inc’, sebuah kelompok kepemimpinan muda untuk perempuan Muslim di Australia, ini mengumpulkan para perempuan untuk berdiskusi secara terbuka mengenai topik tersebut.
"Ini adalah isu-isu yang bersifat universal, tak hanya spesifik untuk komunitas Muslim tapi kami merasa, sebagai perempuan Muslim, sudah menjadi tugas kami untuk memberdayakan komunitas kami sendiri karena kami memiliki kesamaan bahasa, kami memahami budayanya, kami tahu betapa sulitnya hal itu kadang-kadang," jelasnya.
Di sebuah pusat komunitas di Saint Albans, pinggiran kota yang multikultural di barat Melbourne, 15 perempuan menikmati teh dan kopi sembari mendiskusikan bagaimana memberdayakan generasi ke depan.
Fokusnya adalah menghindari hubungan yang merusak. Tak ada bukti yang menunjukkan bahwa tingkat kekerasan dalam rumah tangga di kalangan perempuan Muslim lebih tinggi dibanding warga Australia lainnya secara lebih luas.
Tapi Kauthar Abdulalim mengatakan, sesi ini disesuaikan untuk membahas masalah-masalah budaya yang relevan. Misalnya, gagasan bahwa perempuan perlu bersabar menghadapi suami mereka.
"Seringkali, ketika perempuan akan menikah, mereka diberitahu oleh komunitas mereka bahwa mereka harus bersabar menghadapi pria, menghadapi suami mereka. Dan itu ditafsirkan dengan membiarkan para pria melakukan apa yang mereka lakukan, jangan mengatakan apapun pada mereka,” tutur Kauthar.
"Jadi, saya pikir kita perlu mendefinisikan kembali apa itu kesabaran. Kesabaran itu bukannya membiarkan ketidakadilan terjadi pada Anda. Ini tentang melangkah dengan cara yang bermartabat dan terhormat dan mengatakan bahwa ini tak bisa diterima dan saya tak akan mentolerirnya," terangnya.
Percaya diri untuk katakan ‘tidak’
Kekerasan dalam rumah tangga datang dalam berbagai bentuk; emosional, psikologis, finansial dan fisik. Dan secara luas diakui bahwa perilaku tak sehat ini dimulai dari rumah.
Itulah sebabnya Manal Shehabs, seorang ibu dan penulis di Melbourne, mengatakan ia telah memberi tahu anak perempuannya sejak usia dini bahwa mereka pantas merasa dihormati, aman dan nyaman untuk mengatakan tidak.
"Kami diajari untuk bersikap patuh dan tak mempertanyakan apapun dan saya pikir generasi muda kita harus belajar bersikap tegas, membela hak-hak mereka, dan sikap mengalah tak selalu sejalan dengan kebaikan untuk mereka. Hal itu bergantung pada kebijaksanaan mereka sendiri," ujar Manal.
"Ikuti naluri Anda dan jika Anda merasa perlu mengatakan tidak, kuatkan diri anda dan katakan tidak," sebut Manal.
Selama beberapa bulan mendatang, Her Project Inc bermitra dengan kelompok lain, termasuk Pusat Sir Zelman Cowen di Universitas Victoria, dan Yayasan Scanlon -untuk menyelenggarakan acara serupa yang membahas tentang hubungan saling menghormati.
"Hubungan yang sehat melibatkan orang-orang yang saling menghormati hak masing-masing dan menghormati tingkat kenyamanan dalam hubungan tersebut. Ini tentang kemampuan untuk mengungkapkan secara terbuka hambatan Anda dan meminta masyarakat untuk mendengarkan," kata pendiri Her Project Inc Neha Prakash.
Kauthar Abdulalim mengatakan, langkah pertamanya adalah memberdayakan perempuan muda. "Salah satu hal utamanya adalah memberi panutan dan contoh kepada para perempuan muda ini dari komunitas mereka sendiri, hanya karena mereka bisa terhubung dengan kami dan kami bisa terhubung dengan mereka," sebutnya.
Namun ia mengatakan dirinya juga berharap untuk bisa menghapuskan stereotip, baik di dalam maupun di luar komunitas. "Banyak orang berpikir bahwa perempuan Muslim tak percaya diri, mereka tak berkontribusi apapun di masyarakat," tutur Kauthar.
"Saya rasa, salah satu stereotip utama yang ingin kami hapuskan adalah bahwa perempuan Muslim, apakah ia berjilbab atau mengenakan niqab, meskipun Anda menutupi tubuh anda dan Anda seorang Muslim yang taat, Anda tak seharusnya berada di belakang pintu tertutup," ujarnya.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Diterbitkan: 14:30 WIB 26/04/2017 oleh Nurina Savitri.