REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Dalam kunjungannya ke Mesir, Paus Prancis akan mengunjungi beberapa tokoh penting di Mesir. Di antaranya Presiden Abdul Fattah al Sisi, Sheikh Ahmed al Tayeb, imam besar Al Azhar, dan tempat pembelajaran dan pengajaran Islam Sunni paling berpengaruh di dunia. Selain itu ia juga akan menemui kepala Gereja Orthodox Koptik yang lolos dari pemboman, Paus Tawadros II di Alexandria, pada Minggu Palma.
Paus juga dijadwalkan akan menjadi pembicara dalam dialog keagamaan di Al Azhar. Ini merupakan bagian dari upaya memperbaiki hubungan dengan pusat studi Islam yang telah berusia 1.000 tahun itu setelah pemimpin Muslim Mesir memutuskan hubungan pada 2011 karena penghinaan berulang terhadap Islam oleh Paus Benediktus.
Kemudian ketegangan dipulihkan pada tahun lalu setelah Tayeb mengunjungi Vatikan. Tayeb dianggap sebagai ulama moderat di Mesir, yang mengecam ISIS karena praktiknya yang menyatakan kelompok lain murtad dan kafir sebagai dalih untuk melakukan jihad dengan kekerasan.
Paus sangat mengutuk kekerasan atas nama Tuhan. Sementara pembantu Paus menilai orang moderat seperti Tayeb dapat menjadi sekutu penting dalam mengutuk Islam radikal.
Akan tetapi saat ini Tayeb dikritik karena lambannya reformasi di Al Azhar. Di mana kritikus dari parlemen Mesir dan media-media menuduh Tayeb gagal memerangi dasar-dasar ekstremisme Islam di Al Azhar. Mereka menyebut Al Azhar adalah istitusi yang keras kepala, karena para ulama menolak permintaan Sisi untuk memodernisasi wacana religius mereka.
Profesor studi dan teologi Islam Gariel Said Reynolds di Universitas Notre Dame mengatakan, kunjungan Paus ke negara dengan mayoritas penduduk Muslim dan Kristen Ortodoks sebagai minoritas merupakan komitmen upaya positif dalam memajukan hubungan antara Kristen dan Islam. Reynolds adalah salah satu dari 15 umat Katolik yang turut serta dalam dialog ekstremisme agama dengan rekan-rekan Muslim di Kairo pada Februari lalu.