REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korean Central News Agency (KCNA) mengonfirmasi, Korea Utara melakukan penahanan terhadap seorang profesor AS karena dikhawatirkan akan mengkhianati rezim. Penangkapan dilakukan di tengah ketegangan yang semakin meningkat antara Pyongyang dan Washington terkait program nuklir Korea Utara.
Kim Sang-duk atau Tony Kim (55 tahun) adalah warga AS ketiga yang ditahan di Korea Utara. Profesor yang mengajar akuntansi di Universitas Sains dan Teknologi Pyongyang (PUST) ini ditangkap di Bandara Pyongyang pada 22 April lalu saat dia mencoba meninggalkan negara tersebut.
KCNA melaporkan, Kim ditahan oleh badan penegakan hukum yang relevan, yang sedang melakukan penyelidikan terperinci mengenai kejahatan yang dituduhkan kepadanya. PUST juga mengonfirmasi Kim telah ditahan pihak keamanan.
Dilansir dari Daily Nation, PUST yang didirikan oleh kelompok Kristen evangelis dari luar negeri, dibuka secara resmi pada 2010. Universitas ini memiliki sejumlah mahasiswa dari AS dan umumnya diisi anak-anak dari keluarga elite Korea Utara.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada akhir April lalu, PUST mengatakan penangkapan Kim tidak terkait dengan pekerjaannya sebagai pengajar di universitas tersebut. Dalam pernyataan itu juga disebutkan, Kedutaan Besar Swedia di Pyongyang telah terlibat secara aktif dalam perundingan mengenai penangkapan Kim. Kedubes Swedia menangani masalah warga AS karena AS tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Korea Utara
Kim pernah bekerja sebagai profesor di Universitas Sains dan Teknologi Yanbian di Cina, dekat dengan perbatasan Korea. Dalam situs resmi universitas itu, Kim disebut mememiliki keahlian sebagai akuntan.
Kantor berita Korea Selatan, Yonhap, mengatakan Kim banyak terlibat dalam kegiatan bantuan kemanusiaan untuk anak-anak di daerah pedesaan Korea Utara. Menurut seorang sumber, Kim adalah orang yang sangat relijius.
Dua warga AS lainnya, seorang mahasiswa bernama Otto Warmbier dan seorang pastor keturunan Korea-Amerika bernama Kim Dong-chul saat ini juga ditahan di Korea Utara. Kim Dong-chul dijatuhi hukuman 10 tahun kurungan penjara atas tuduhan memata-matai.
Sementara Warmbier dijatuhi hukuman 15 tahun pada 2016 karena telah mencuri materi propaganda. Ia dituduh melakukan tindak kejahatan terhadap negara.
Korea Utara telah menangkap dan memenjarakan beberapa warga AS dalam satu dekade terakhir. Mereka membebaskan tahanan sesekali jika pejabat AS atau mantan presiden AS melakukan kunjungan.