REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Pemerintah Korea Utara (Korut) mengkritik Cina terkait dengan program nuklir yang dilakukan negara itu. Korut memperingatkan Cina tidak bersikap ceroboh karena hal itu justru dapat memicu terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan, seperti perang.
Sebelumnya, Cina mendesak agar Korut segera menghentikan program nuklir dan rudal yang dilakukan. Desakan itu datang menyusul tekanan dari Amerika Serikat (AS) yang meminta intevensi Cina sebagai salah satu sekutu utama Korut yang diniali dapat berperan penting dalam tujuan itu.
"Serangkaian ucapan dari Cina yang kami dengar tidak masuk akal dan ceroboh hanya akan membuat situasi lebih memburuk," ujar pernyataan Pemerintah Korut yang disiarkan oleh kantor berita resmi negara itu, dilansir BBC, Kamis (4/5).
Selama ini, negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un itu mengatakan program tersebut sebagai alat pertahanan utama. Namun, sejumlah negara di kawasan Semenanjung Korea khususnya Korea Selatan (Korsel) dan Jepang khawatir menjadi ancaman utama serangan nuklir. Bahkan, Korut juga disebut mengembangkan rudal yang menjangkau antar benua, yang diperkirakan dapat menembus hingga wilayah AS.
Ketegangan Korut dan AS juga terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Presiden AS Donald Trump telah memperingatkan bahwa negaranya dapat melakukan aksi militer untuk menghadapi ancaman Korut. Sejumlah kapal kelompok angkatan laut dari negara adidaya itu juga telah ditempatkan di Semenanjung Korea sebagai langkah antisipasi.
Sebelumnya, Dewan Keamanan PBB juga telah memberikan sanksi terhadap Korut atas uji coba program nuklir yang dilakukan sejak 2006 lalu. Namun dalam satu tahun terakhir, tes rudal dan perangkat senjata berbahaya tersebut dilakukan secara lebih intensif. Sepanjang 2016, tercatat dilakukan sebanyak lima kali.
AS dalam strategi baru menghentikan program nuklir Korut mengatakan hendak bekerjasama dengan Cina. Negara itu selama ini selain menjadi sekutu utama, namun juga menjadi mitra dagang dan pemberi bantuan utama untuk Korut.
Bahkan, AS berencana untuk menekan bank-bank Cina yang melakukan bisnis dengan Korut. Namun, Cina selama ini enggan menyelesaikan masalah Korut dan dunia dengan tindakan keras.
Salah satu alasan utama Beijing diyakini kemungkinan banyaknya pengungsi yang datang dari negara tetangga itu akibat perekonomian Korut yang memburuk.
Cina tidak pernah mendukung diberikannya sanksi secara keras terhadap sekutu diplomatiknya tersebut. Pihak negara itu, meyakini sanksi bukanlah jawaban akhir atas masalah Korut dan menyerukan perundingan dimulai kembali.