REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Pemerintah Filipina mengatakan dalam waktu dekat akan mengajukan keluhan terhadap PBB, Jumat (5/5). Hal ini dilakukan setelah kunjungan penyelidik dari dewan hak asasi manusia perserikatan itu tanpa izin.
Penyelidik itu adalah Agnes Callamard. Ia memiliki jabatan sebagai pelapor khusus PBB dalam kasus pembunuhan di luar hukum. Kedatangannya ke Filipina disebut tidak mendapat izin dari pemerintah Filipina.
"Kami kecewa karena kedatangan Callamard tanpa pemberitahuan dan menghubungi pemerintah kami. Ini melanggar protokol yang ditetapkan PBB untuk kunjungan semacam ini," ujar juru bicara kepresidenan Ernesto Abella.
Dalam kedatangan Callamard ke Filipina, ia juga menjadi pembicara di sebuah forum universitas. Di sana, ia membahas berbagai hal terkait dengan pembunuhan di luar hukum dan pelanggaran HAM. Salah satu contoh utama diyakini dilakukan pemerintah negara itu.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte selama ini telah mendapat kritik atas perang melawan narkotika yang ia terapkan sejak menjabat sebagai pemimpin negara itu pada 30 Juni 2016. Dalam kebijakannya, ia mengizinkan polisi dan aparat keamanan melakukan tindakan keras terhadap orang-orang terkait kejahatan itu.
Sejak saat itu, sebanyak 9.000 orang diperkirakan tewas. Banyak pemimpin negara dan kelompok aktivis HAM yang menyebut bahwa mantan wali kota Davao itu justru telah melakukan pembunuhan sewenang-wenang. Hal itu karena banyak diantara mereka yang kehilangan nyawa belum terbukti secara hukum sepenuhnya bersalah.
Pada tahun lalu, Callamard pernah diundang oleh Pemerintah Filipina untuk berkunjung. Dari sana, ia akan diminta untuk menilai secara lebih objektif kontroversi dalam perang melawan narkotika yang ditetapkan Duterte.
"Saat itu ia tidak memberi tanggapan dan nampaknya tidak ingin melakukan tinjauan dari sudut objektivitas dan komprehensif yang dapat kami berikan tentang masalah ini," jelas Abella.