REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) akan menggelar pemilihan presiden (pilpres) pada Selasa (9/5) mendatang. Kebijakan masing-masing kandidat untuk menghadapi Korea Utara (Korut) dianggap menjadi faktor penting pada pilpres kali ini.
Terdapat dua kandidat utama pada pilpres Korsel kali ini. Pertama adalah Moon Jae-in dari Partai Demokratik Korea yang berhaluan liberal. Sedangkan pesaingnya adalah Ahn Cheol-soo dari Partai Rakyat berhaluan konservatif.
Keduanya memiliki cara pandang yang saling bertolak belakang dalam menghadapi ancaman rudal nuklir Korut. Hal ini dinilai akan menentukan siapa di antara keduanya yang nanti terpilih menjadi presiden Korsel.
Moon berpendapat pengembangan rudal nuklir yang kian intensif oleh Korut merupakan bukti ketidakmampuan dan kegagalan kalangan konservatif di negaranya. Dalam konteks ini, kelompok konservatif dianggap selalu ingin menekan dan menerapkan sanksi kepada Korut. Hal ini, menurut Moon, yang menyebabkan Korut terus mengembangkan senjata nuklirnya.
Bila terpilih nanti, Moon akan mencoba memperbaiki hubungan dengan Korut dengan menanggalkan pendekatan garis keras, yang notabene dilakukan selama dekade terakhir pemerintah konservatif. Terkait hal ini, ia akan mencoba membuka dialog dan mempromosikan integrasi ekonomi lintas batas untuk menangani Pyongyang.
Keputusan ini Moon tersebut dinilai akan melanjutkan kebijakan "Sinar Matahari" yang pernah dilakukan presiden Kim Dae-jung dan Roh Moo-hyun selama rentang 1998-2008. Kala itu, kedua presiden berhaluan liberal tersebut mendorong agar ketegangan dan perselisihan antara Korsel dengan Korut diredam. Hal ini diwujudkan dengan membangun proyek lintas batas serta mengirim bantuan pangan untuk Korut ketika negara itu didera kelaparan.
Oleh sebab itu, ketika Korsel mengizinkan Amerika Serikat (AS) untuk membangun sistem pertahanan antirudal Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) pada April lalu, Moon melayangkan kritik. Ia menilai, AS seharusnya menunggu Korsel memilih presiden barunya terlebih dulu sebelum menginstal THAAD di negaranya.
Sebab menurutnya, Korsel sendiri yang layak memimpin pemecahan masalah di Semenanjung Korea. "Kita harus memimpin upaya untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan semenanjung (Korea)," kata Moon dalam kampanyenya bulan lalu, seperti dilaporkan laman USA Today.
Dalam bukunya yang ditulis awal tahun ini, Moon juga menyatakan Korsel seharusnya mulai belajar untuk mengatakan "tidak" terhadap kehendak AS. Pendirian Moon ini dinilai akan membawa keretakan hubungan antara Korsel dengan AS bila dirinya terpilih nanti.