REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sebanyak 75.000 pengungsi dan migran di negara persinggahan di Eropa menderita tekanan kejiwaan, demikian peringatan Dana Anak PBB (UNICEF) pada Kamis (4/5).
"Hampir 75 ribu pengungsi dan migran, termasuk sebanyak 24.600 anak, yang saat ini terdampar di Yunani, Bulgaria, Hongaria dan Balkan Barat, menghadapi ancaman tekanan kejiwaan karena hidup dalam kondisi tak menentu yang terus-menerus," kata UNICEF.
Kondisi tersebut sangat akut buat ibu tunggal dan anak-anak yang terjebak di Yunani atau Balkan selama menunggu penyatuan kembali dengan anggota keluarga mereka negara lain Uni Eropa, kata UNICEF.
Namun, anggota lain keluarga mereka tertahan di negara persinggahan tempat mereka harus mengajukan permohonan bagi penyatuan kembali keluarga akibat kesepakatan Turki-Uni Eropa pada 2016 dan penutupan perbatasan di beberapa negara negara Eropa.
Kesepakatan tersebut dimaksudkan untuk menghentikan arus pengungsi dan migran lain ke dalam wilayah Eropa. Proses permohonan penyatuan kembali secara khusus memerlukan waktu antara 10 bulan dan dua tahun.
Dalam banyak kasus, menurut PBB, lelaki dewasa adalah anggota pertama keluarga yang melakukan perjalanan ke Eropa, dan sisa anggota keluarga mereka mengikuti jejak mereka belakangan. Tapi dengan penutupan perbatasan pada 2016 dan pelaksanaan pernyataan Turki-Uni Eropa, anggota lain keluarga mereka tertahan di negara transit. Dari sana mereka harus mengajukan permohonan penyatuan kembali keluarga, proses yang secara khusus memerlukan waktu antara 10 bulan dan dua tahun.