Senin 08 May 2017 04:03 WIB

Le Pen Yakini Kemenangan Macron akan Membawa Perubahan

Rep: Puti Almas/ Red: Indira Rezkisari
Kandidat Presiden Prancis dari Partai Front Nasional Marine Le Pen.
Foto: AP
Kandidat Presiden Prancis dari Partai Front Nasional Marine Le Pen.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Kandidat presiden Prancis dari Partai Front Nasional Marine Le Pen mengakui kekalahannya dalam pemilu putaran kedua yang digelar, Ahad (7/5). Sejumlah penghitungan suara yang dilakukan lembaga survei setelah tempat pemungutan suara ditutup pada pukul 8 malam waktu setempat menunjukkan ia hanya mendapat 35 persen, sementara saingannya Emmanuel Macron dengan 65 persen.

"Saya mengakui mungkin ini kekalahan saya dan mari kita melihat untuk masa depan. Front Nasional saat ini juga perlu untuk mengubah diri ," ujar Le Pen dalam sebuah pidato, dilansir The Independent, Senin (8/5).

Ia menuturkan bahwa seluruh warga Prancis saat ini telah memilih masa depan negara itu. Perempuan berusia 48 tahun itu yakin bahwa perubahan ke arah yang lebih baik pasti akan terjadi.

Le Pen juga mengatakan bahwa partainya memerlukan reformasi untuk menjadi gerakan yang berkontribusi positif bagi Prancis. Ia menyerukan agar semua kalangan patriot bergabung.

Dalam jajak pendapat usai debat terakhir pemilu, Le Pen memang telah tidak diunggulkan untuk menjadi pemenang pemilu putaran kedua. Ia dinilai gagal dalam meyakinkan banyak orang di Prancis dibanding pesaingnya Macron dalam beberapa hal.

Le Pen sebelumnya meyakinkan masyarakat Prancis terhadap program-program yang ia ingin terapkan. Pertama adalah bagaimana ia hendak memperketat aturan imigrasi, kemudian tidak lagi menggunakan mata uang euro, serta mengadakan referendum untuk menentukan status keanggotaan negara itu di Uni Eropa, selayaknya Inggris.

Kemudian, ia menyerang latar belakang Macron sebagai mantan bankir investasi dan menteri ekonomi Prancis. Ia juga mengucapkan serangan yang dinilai cukup forntal karena mengatakan bahwa Macron adalah sosok yang membawa Prancis dalam keterpurukan ekonomi. Ia juga menyatakan bahwa pesaingnya itu adalah seorang pewaris pemerintahan sosialis yang tidak populer.

Selain itu, Le Pen juga mengatakan bahwa Macron nampaknya bersikap terlalu tenang untuk mengatasi terorisme. Ia menilai saingannya itu tidak memiliki rencana menghadapi fundamentalisme Islam yang mungkin sangat berbahaya.

Isu keamanan nasional menjadi salah satu yang sangat sensitif di Prancis setelah sejumlah serangan yang dikaitkan dengan kelompok militan dan radikal yang dimulai pada 2015 lalu. Setidaknya 230 orang tewas dalam serangkaian peristiwa tersebut dan sejak itu, negara ini berada dalam status keadaan darurat

Namun, Macron dapat membalas pernyataan Le Pen yang diyakini membawanya kepada keunggulan. Pertama mengenai isu ekonomi, di mana ia mengatakan pesaingnya telah berbohong tentang sosok dirinya dan gagal dalam menawarkan solusi untuk masalah ekonomi Prancis, khususnya dalam mengurangi tingkat pengangguran negara itu. Selain itu, ia juga menilai rencana untuk meninggalkan mata uang Euro dan kembali menggunakan mata uang Franc sebagai sesuatu yang sangat fatal.

Demikian dengan menanggapi isu terorisme. Macron mengatakan kejahatan itu menjadi salah satu prioritas yang harus ditangani dengan baik jika ia terpilih. Pemimpin gerakan politik independen En Marche (EM) itu juga menegaskan bahwa dirinya akan memimpin perlawanan terhadap terorisme di setiap tingkat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement