Rabu 10 May 2017 07:05 WIB

Gedung Putih Hapus Larangan Muslim dari Situs Web Kampanye Trump

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Bilal Ramadhan
Unjuk rasa menolak kebijakan Trump yang melarang pendatang Muslim ke Amerika di Boston, Massachusetts.
Foto: Brian Snyder/Reuters
Unjuk rasa menolak kebijakan Trump yang melarang pendatang Muslim ke Amerika di Boston, Massachusetts.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Setelah seorang reporter menanyakan kampanye Presiden Donald Trump tentang larangan Muslim di Amerika Serikat dalam konferensi pers, Gedung Putih langsung menghapusnya dari laman situs web kampanye Trump.

Selama konferensi pers, salah seorang reporter dari ABC, Cecilia Vega, mempertanyakan kepada Juru Bicara Gedung Putih Sean Spicer mengapa situs web itu masih memuat laman yang berisi pelarangan Muslim ke AS sepenuhnya.

Padahal, Gedung Putih sudah membantah anggapan bahwa perintah eksekutif Trump yang memblokir perjalanan (ke AS) dari enam negara berpenduduk mayoritas Muslim adalah bagian dari kampanye larangan Muslim tersebut.

"Saya tidak mengetahui apa yang ada di situs kampanye. Anda harus bertanya kepada mereka," kata Spicer, dikutip Independent, Senin (8/5).

Lalu, beberapa menit kemudian pernyataan yang ada di laman bahwa "Donald J Trump menyerukan pelarangan total dan lengkap terhadap umat Islam memasuki AS sampai perwakilan negara kita dapat mengetahui apa yang sedang terjadi" menghilang. Sedangkan, hasil tangkapan layar dari Wayback Machine menunjukkan bahwa halaman itu masih ada pada pagi harinya.

Dalam kampanye presidennya, Trump berulang kali menegaskan akan memberlakukan pelarangan imigrasi Muslim. Bahkan, ia juga pernah mengatakan akan mempertimbangkan untuk membekukan masjid dan mendirikan sebuah kantor khusus untuk mendata Muslim.

Namun, Spicer pada konferensi pers Senin kemarin menegaskan bahwa maksud Trump bukan melarang Muslim, melainkan memastikan setiap orang yang datang ke AS memiliki motif yang benar.

Bagaimanapun, beberapa hakim di AS memandangnya berbeda. Seorang hakim federal di Maryland menyebutkan bahwa pelarangan yang diberlakukan sejak Maret lalu tersebut merupakan bukti bahwa Trump memiliki sentimen agama.

Sedangkan, menurut Jaksa Agung Hawaii, yang menahan pelarangan tersebut menilai perintah eksekutif tersebut seperti tanda lampu neon pelarangan Muslim. "Saya tidak menyalahkan jika Presiden Trump salah secara politik, tapi kami menyalahkannya karena salah secara konstitusional," katanya.

The US Court of Appeals for the Fourth Circuit mendengar argumen lisan tentang pelarangan perjalanan tersebut saat konferensi pers. Lalu hakim pengadilan akan mempertimbangkan apakah Trump sebelumnya sudah mempertimbangkan secara konstitusional saat mengeluarkan perintah eksekutif tersebut.

Pemeriksa Konstitusi Umum Jeffery Wall membela Trump bahwa permintaan larangan terhadap Muslim itu ditulis sebelum Trump melakukan sumpah jabatan. "Ini adalah pernyataan pers yang diarsipkan sejak 16 bulan yang lalu," kata Wall.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement