REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah memecat Direktur FBI James Comey, Rabu (10/5). Comey dipecat ketika dirinya sedang memimpin penyelidikan tentang dugaan hubungan antara tim kampanye Trump dengan Rusia pada pemilihan presiden (pilpres) AS tahun lalu.
Pemecatan Comey tersebut menuai beragam reaksi dari politikus AS. Trump dianggap telah memunculkan krisis konstitusi karena momen pemecatan Comey dinilai tidak tepat. Oleh sebab itu mereka menghendaki adanya penyelidikan independen terkait hal ini.
Pemimpin Senat Demokrat Chuck Schumer telah meminta jaksa khusus dan independen untuk meneruskan penyelidikan Comey serta mengusut tuntas dugaan hubungan antara tim kampanye Trump dengan Rusia pada pilpres AS.
"Bapak Presiden, dengan segala hormat, Anda membuat kesalahan besar. Kenapa sekarang? Kenapa hal ini terjadi hari ini?" ungkap Schumer menyesalkan keputusan Trump memecat Comey, seperti dilaporkan laman The Independent.
Ia menduga pemecatan Comey yang tiba-tiba mungkin merupakan bagian dari 'penutup'. "Apakah penyelidikan ini terlalu dekat ke rumah untuk presiden?" kata Schumer.
Baca: Trump Pecat Direktur FBI
Anggota Demokrat lainnya menyerukan hal yang serupa dengan Schumer. Mereka menghendaki adanya jaksa independen yang meneruskan penyeledikan Comey perihal hubungan tim kampanye Trump dengan Rusia pada pilpres lalu.
Senator Kamala Harris dari Kalifornia menilai, kehadiran seorang jaksa khusus dan independen setelah pemecetan Comey memang dibutuhkan. "Kita harus memiliki jaksa khusus untuk mengawasi penyelidikan Rusia-FBI. Ini tidak bisa menunggu," ujarnya.
Senator Bob Casey dari Pennsylvania meminta Wakil Jaksa Agung Rod Rosenstein menunjuk pengacara khusus. Ia menilai pemecatan Comey mengingatkan AS pada skandal Watergate pada masa Richard Nixon.
Perwakilan Maryland Elia Cummings mengatakan Kongres harus segera menggelar dengar pendapat darurat guna membahas pemecatan Comey. Sebab menurutnya, Comey selaku direktur FBI merupakan sosok yang independen untuk menyelidiki Trump dan kemungkinan kampanyenya berkoordinasi dengan Rusia.