Rabu 10 May 2017 11:20 WIB

Presiden Terpilih Moon Jae-in dan Babak Baru Hubungan Korsel-Korut

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Presiden terpilih Korea Selatan Moon Jae-in menyapa tetangga dan pendukungnya saat meninggalkan rumah di Seoul, Korea Selatan, Rabu, 10 Mei 2017.
Foto: AP Photo/Lee Jin-man
Presiden terpilih Korea Selatan Moon Jae-in menyapa tetangga dan pendukungnya saat meninggalkan rumah di Seoul, Korea Selatan, Rabu, 10 Mei 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Moon Jae-in, kandidat dari Partai Demokratik Korea, telah terpilih sebagai presiden Korea Selatan (Korsel) yang baru. Setelah dilantik di gedung Majelis Nasional siang ini, Moon akan memulai masa dinasnya pada Rabu (10/5).

Terpilihnya Moon sebagai presiden Korsel akan memulai babak baru hubungan antara Korsel dengan Korea Utara (Korut). Korsel dan Korut pernah saling berkonfrontasi dalam Perang Korea. Perang tersebut berakhir tanpa kesepakatan damai, hanya gencatan senjata. Secara teknis, kedua negara masih dalam kondisi berperang.

Baru-baru ini hubungan Korsel dengan Korut kembali memanas. Hal ini terjadi karena Korut terus mengembangkan rudal nuklirnya dan Korsel menjalin aliansi dengan Amerika Serikat (AS) untuk menghadapi negara yang dipimpin Kim Jong-un tersebut.

Terkait hal ini, berbeda dengan pesaingnya pada pemilu lalu yang berhaluan konservatif dan menghendaki Korut terus ditekan dengan sanksi karena proyek rudal nuklir, Moon ingin mengedepankan jalur dialog. Menurut Moon, pendekatan keras yang dilakukan kelompok konservatif di negaranya telah gagal membuat Korut menghentikan program nuklirnya.

Pada masa kampanye lalu, Moon mengatakan bila nanti dia terpilih menjadi presiden Korsel, ia akan mencoba menjalin hubungan dengan Korut dan menanggalkan pendekatan garis keras yang telah dilakukan kalangan konservatif selama hampir satu dekade terakhir. Ia akan membuka dialog dan mempromosikan integrasi ekonomi lintas batas untuk menangani Pyongyang.

Bertolak dari rencana tersebut, Moon diperkirakan akan melanjutkan kebijakan "Sinar Matahari" yang pernah diterapkan dua presiden Korsel sebelumnya, yakni Kim Dae-jung dan Roh Moo-hyun selama rentang 1998-2008.

Kala itu keduanya mendorong agar perselisihan antara Korsel dengan Korut diredam. Hal tersebut diwujudkan dengan membangun proyek lintas batas dan mengirim bantuan pangan untuk Korut ketika negara tersebut dilanda kelaparan.

Moon menilai, memang sudah sepatutnya Korsel memimpin sendiri pemecahan masalah atau krisis di Semenanjung Korea, tanpa campur tangan AS. "Kita harus memimpin upaya untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan Semenanjung Korea," katanya pada masa kampanye lalu, seperti dilaporkan laman USA Today.

Pada pemilu kemarin, Moon memperoleh sekitar 41,1 persen suara. Sementara kandidat konservatif Hong Joon-pyo meraih 25,5 persen suara. Dan kandidat sentris yang disebut pesaing utama Moon, Ahn Cheol-soo, menempati posisi ketiga dengan perolehan suara 21,4 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement